TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jatamnas: Kaltim Butuh Restorasi, Bukan Pemindahan Ibu Kota

Jatam menilai pemindahan ibu kota sekadar kompensasi politik

Ilustrasi bekas lubang tambang (Dok. IDN Times/Istimewa)

Samarinda, IDN Times - Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke sebagian wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) dan sebagian kawasan Penajam Paser Utara (PPU) menuai kritikan pedas dari sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Mereka menilai relokasi itu terkesan terburu-buru. Sebab yang menjadi keperluan Benua Etam saat ini adalah pemulihan lingkungan. 

"Bukan tempat pemindahan ibu kota. Begitu pun dengan Jakarta, yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus terkait polusi udara," kata Merah Johansyah, Koordinator Jatam Nasional dalam keterangan persnya, Senin (26/8).

Baca Juga: Sarat Kepentingan Politik, Jatamnas Curigai Revisi UU Minerba

1. Seharusnya pemerintah melakukan referendum sebelum pemindahan

Jatam.org

Menurut Merah, penetapan ibu kota baru semestinya diikuti dengan kajian ilmiah mengenai lingkungan di Kaltim serta publikasinya. Misalkan, beban lingkungan saat ini dan budaya masyarakat setempat jika terjadi eksodus besar-besaran dari Jakarta sebanyak 1,5 juta jiwa.

"Kami menolak jika ibu kota pindah. Ide tersebut tak dilandasi kajian ilmiah, makanya belum jelas," tuturnya.

Hal lain yang perlu diingat, kata dia, adalah jajak pendapat. Sudah seharusnya pemerintah Kaltim melakukan itu. Biasa disebut dengan referendum yang melibatkan aspirasi masif. Biasanya bersinggungan dengan keputusan politik yang memengaruhi negara secara keseluruhan, misalnya amendemen konstitusi, undang-undang baru atau perubahan wilayah suatu negara.

"Seharusnya itu menjadi prioritas utama karena itu merupakan solusi paling demokratis," tegasnya.

2. Dari 625 IUP di Kutai Kartanegara, 90 izin ada di Samboja

Dok. IDN Times/Istimewa

Boleh jadi dalam pemindahan ibu kota itu, lanjutnya, ada agenda lain terselip. Misal, hanya memberi untung kepada oligarki tambang batu bara dan penguasa lahan di Benua Etam. Dari data yang dihimpun Jatam, setidaknya ada 1.190 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kaltim, 625 izin di antaranya berada Kabupaten Kutai Kartanegara. Di Kecamatan Samboja saja terdapat 90 Izin pertambangan. Di Bukit Soeharto juga terdapat 44 izin tambang.

"Bahkan, izin Pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) juga ada di kawasan Samboja," imbuhnya.

3. Pemindahan ibu kota negara hanya sekadar bagi-bagi proyek usai pilpres

IDN Times/Yuda Almerio

Terpisah, Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang juga menuturkan hal senada. Kata dia, pemindahan ibu kota ini tidak lebih dari kompensasi politik atau bagi-bagi proyek setelah pemilihan presiden.

Mengapa tak melakukan restorasi atau pemulihan lubang tambang seluas 2,4 juta hektare yang tersebar di tujuh kabupaten/kota di Kaltim. Yang menjadi persoalan ialah, ketika ibu kota pindah, apakah masalah lingkungan Bumi Mulawarman itu selesai?

"Seharusnya itu yang diperhatikan. Kaltim ingin dipulihkan. Bukan sebaliknya," ujarnya saat ditemui di kantornya.

Tak hanya itu, pemindahan ibu kota juga bisa menimbulkan krisis air. Bayangkan saja, 1,5 juta orang pindah ke kawasan yang tak punya sumber air.

"Kebutuhan air dalam satu hari manusia itu 60 liter. Jumlah itu bukan hanya untuk minum tapi juga yang lain," sebutnya.

Baca Juga: Jatamnas: Pemindahan Ibu Kota Negara, Jadi Pintu Masuk Mafia Lahan

Berita Terkini Lainnya