TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waduh! Petani Kaltim dalam Gempuran Industri Ekstraksi “Emas Hitam” 

Sejumlah aktivis menuntut pemerintah lindungi para petani

Ilustrasi satu dari ribuan lubang tambang di Kaltim yang meminta direklamasi (Jatam.org)

Samarinda, IDN Times - Lahan tani di Kaltim dalam kepungan tambang batu bara. Gara-gara itu pula sejumlah warga di Benua Etam dipaksa mengungsi dari tanah sendiri. Ironisnya, setelah mendapat sepakat sahih setelah revisi UU Minerba tak banyak  berikan solusi terhadap masalah tambang di Kaltim. Demikian dikatakan Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang.

“Perubahan Undang-Undang ini tak punya dampak signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkar tambang. Justru sebaliknya, mereka dililit kemiskinan," ujarnya saat dikonfirmasi pada Kamis (24/9/2020) siang.

Baca Juga: Paslon Tunggal, Rahmad-Thohari Dapat Posisi Kanan di Kertas Suara

1. Lebih dari 43 persen daratan di Kaltim dikuasai oleh konsesi pertambangan

Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang (kiri) saat memberikan keterangan pers beberapa waktu lalu di Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

Dia menerangkan, lebih dari 43 persen daratan di Kaltim dikapitalisasi menjadi konsesi pertambangan emas hitam. Apabila disatukan dengan industri ekstraktif lainnya, seperti sawit serta migas maka konsesi ini telah melebihi luas daratan yang ada di Benua Etam. Luas itu belum digabung dengan pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya.

Desa-desa di Kutai Kartanegara, misalnya. Sejak masa transmigrasi telah menjadi lokasi swasembada pangan. Sayangnya tanah di kabupaten ini perlahan-lahan tergerus oleh tambang batu bara. Akibatnya, warga terancam harus pergi dari kampungnya dan menjadi pengungsi di tanah sendiri. Bayangkan saja lahan pertambangan batu bara di Kukar mencapai 855.456 hektare, sedangkan untuk pertanian hanya 170.732 hektare.

"Desa di Kukar (kawasan Tenggarong Seberang) ini menjadi sentra ekonomi kecil sejak masa transmigrasi, tapi sekarang sudah jadi wilayah tambang,” tegasnya.

2. Lumbung pangan dikalahkan oleh luasnya lahan pertambangan

Aliansi Kaltim Melawan saat protes di depan Dinas Pangan, Tanaman Pangan & Hortikultura Kaltim, Jalan Basuki Rahmat, Kelurahan Pelabuhan, Kecamatan Samarinda Kota pada Kamis siang, 24 September 2020 (Dok. Aliansi Kaltim Melawan/Istimewa)

Kondisi di Kukar juga tak jauh berbeda dengan Penajam Paser Utara (PPU). Lahan pertambangan di kabupaten ini punya luas 203.685 hektare sementara lahan pertanian hanya 21.035 hektare. Padahal Kukar dan PPU merupakan daerah yang dikenal sebagai lumbung pangan.

Rupang pun tak menampik itu dan menyebut dengan obral izin pertambangan, Kaltim terancam defisit pangan. Produksi Kaltim hanya 247.263 ton beras, sementara kebutuhan 407.922 ton. Kaltim akan mengalami kekurangan 160.658 ton beras yang kemudian mengekspor dari Sulawesi, Jawa dan Kalsel.

"Jika pemerintah menggalakkan  swasembada pangan, saya pertanyakan kawasan mana lagi yang akan dijadikan lahan pertanian,” tuturnya.

Baca Juga: Akhirnya Kedai Citra Niaga dan Tepian Mahakam Dapat Izin Take Away

Baca Juga: Akibat COVID-19, Ponpes Al-Banjari Penajam Paser Utara Tutup Sementara

Berita Terkini Lainnya