Para Pakar Mendesak Pelabelan BPA pada Galon untuk Lindungi Konsumen

Balikpapan, IDN Times - Para pakar berpendapat pelabelan produk air minum dalam kemasan (AMDK) mengadung senyawa bisphenol A (BPA) harus segera dilakukan. Ini termuat dalam forum "Expert Forum: Urgensi Pelabelan BPA pada Produk Air Minum dalam Kemasan untuk Keamanan Konsumen" di Gedung Universitas Indonesia belum lama ini.
Dalam kasus ini, industri harus ikut bertanggungjawab dalam pemberian rasa aman serta menaati aturan perlindungan pada konsumen.
"BPA ini bukan hanya persoalan di tingkat nasional, tapi sudah menjadi persoalan global. Persoalan yang di berbagai negara sudah diatur. Jadi ini persoalan global yang harus ditangani," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang dalam keterangan tertulis.
1. Pengaturan tentang BPA sudah dilakukan negara-negara dunia
Rita menyatakan, aturan tentang BPA lazim dilakukan negara-negara di dunia, seperti Prancis, Brazil, Kolombia, serta Negara Bagian Vermont dan California di Amerika Serikat. Bahkan di California sendiri secara tegas disampaikan label peringatan "BPA dapat menyebabkan kanker, gangguan kehamilan dan reproduksi".
Menurutnya, BPOM memang harus bereaksi cepat dalam memberikan perlindungan pada konsumen. Mereka tidak boleh menunggu kasusnya membawa dampak negatif pada masyarakat secara luas.
Ia pun menyebutkan potensi ancaman kesehatan bisa terjadi di antaranya gangguan seksual, perubahan perilaku pada pria atau wanita, kanker prostat dan jenis kanker lainnya.
Bulan November 2021 lalu, BPOM telah mengeluarkan Rancangan Peraturan BPOM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Pada tiga pasal yang dimuat, dinyatakan bahwa produsen air minum galon berbasis polikarbonat wajib memasang label “Berpotensi Mengandung BPA”, terhitung tiga tahun sejak peraturan disahkan.
Baca Juga: Bandara Sepinggan di Balikpapan Perbaiki Keretakan pada Landasan Pacu
2. Paparan BPA mempengaruhi fungsi hormon normal pada manusia
Dalam persoalan sama, Ketua Bidang Penyakit Tidak Menular di Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Agustina Puspitasari pun turut menyoroti dampak negatif BPA. Ia menyebutkan, paparan BPA mempengaruhi fungsi hormon normal pada manusia karena sifatnya endocrine disruptor.
“Beberapa studi terkait paparan BPA di antaranya menunjukkan ada hubungan peningkatan konsentrasi BPA dalam urine dengan turunnya kualitas sperma,” katanya.
“Wanita hamil yang terpapar BPA selama pre-natal, ada pengaruhnya pada perilaku agresif dan hiperaktif, terutama ke anak perempuan."
Menurutnya, tidak boleh juga disepelekan, ada hubungan antara paparan BPA dengan peningkatan tekanan darah, diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.
3. Penggunaan kemasan pangan tidak sesuai aturan meningkatkan risiko cemaran BPA
Sementara itu, pakar material dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia Mochamad Chalid memaparkan, risiko cemaran BPA dalam kemasan pangan yang disebutnya berbahaya karena digunakan tidak sesuai aturan.
“Pelepasan BPA dapat terjadi melalui peluruhan polikarbonat dengan adanya air pada suhu dalam waktu tertentu," sebutnya.
Suhu dan waktu menjadi kunci terhadap pelepasan senyawa BPA dari galon polikarbonat ke air minum, antara lain yang paling besar potensinya terjadi saat transportasi galon dari sistem produksi ke konsumen dan karena galon digunakan berulang-ulang.
Pelabelan BPA menjadi penting untuk menjamin kesehatan konsumen. Masyarakat juga perlu mengambil sikap terbaik, di antaranya dengan mengenali produk kemasan yang digunakan dan agar menggunakannya dalam batas aman.
Chalid menyebutkan, publik menyoroti kemasan galon BPA bekas pakai. Hal tersebut dikarenakan hasil survei BPOM di lapangan tentang bahaya bahan kemasan ini. Berbeda dengan senyawa ethylene glycol (EG) pada plastik kemasan sekali pakai dari jenis polyethylene terephthalate (PET) yang tidak ditemukan bukti peluruhan mencemari air minum di dalam galon PET.
4. Konsumen memperoleh perlindungan dari UU No 8 Tahun 1999
Pakar Hukum Perlindungan Konsumen dan Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa FHUI Henny Marlyna menambahkan, konsumen dilindungi Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Tujuannya menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi.
Menurutnya, hukum ini untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha tentang pentingnya perlindungan konsumen. Sehingga menumbuhkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berbisnis.
Pelaku usaha pun harus meningkatkan kualitas barang atau jasa demi kesehatan dan keamanan konsumen.
Dalam kesempatan itu, Henny mengingatkan pelaku usaha bisnis air minum dalam kemasan galon. Bahwa mereka pun punya kewajiban memberikan info yang benar tentang produknya dipasarkan kepada masyarakat.
Apalagi dari sisi ekonomi, Konsultan Senior di Institut Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Tengku Ezni Balqiah menilai pelabelan tersebut justru meningkatkan efisiensi pasar.
Berdasarkan penelitian pada 2022, menurutnya, pelabelan peringatan tentang bahaya plastik akan mengurangi ketidakseimbangan informasi.
Di sini, konsumen akan melihat risiko dan manfaat dari memilih produk air minum yang dilabeli. “Label adalah hak konsumen yang membantu memberikan perlindungan kepada mereka.”
Baca Juga: Wamentan Tinjau Aplikasi Si Etam di Karantina Pertanian Balikpapan