Masalah Sampah Plastik yang Mengancam Keindahan Bali

Turisme berdampak langsung terhadap peningkatan sampah

Balikpapan, IDN Times - Pesta digelar di tempat unik di Bali di lokasi bekas pemilahan sampah plastik bulan November lalu. Lumayan ironis memang mengingat Pulau Dewata terkenal akan keindahan alam dan wisatanya.  

Pemilik rumah adalah warga negara Perancis bernama Gary Bencheghib yang menetap di Bali bersama kedua orangtuanya. Ia termasuk orang yang kreatif dikenal sebagai pembuat film hingga selebriti lingkungan. 

Ia sempat menghebohkan dengan pembuatan film dokumenter tentang permasalahan sampah plastik di Sungai Citarum Jawa Barat (Jabar) sebagai salah satu sungai terkotor di dunia.

Atas kiprahnya ini, Presiden Joko Widodo pun pernah mengundangnya sebagai tamu ke Istana Negara di Jakarta pada 2018 silam. 

1. Aktivis relawan Sungai Watch

Kini, Bencheghib beraktivitas di Bali sekaligus menginisiasi berdirinya relawan Sungai Watch dalam pelestarian lingkungan di Pulau Dewata. Bersepatu kets putih dan kemeja santai berwarna biru, pemuda ini mengajak rekan-rekannya sesama relawan Sungai Watch untuk tampil bersama dalam pesta sederhana ini. 

Sebagai bentuk pelepasan penat setelah aktif dalam membersihkan sungai-sungai di Bali. Tanpa terasa, Sungai Watch sudah berdiri dengan beranggotakan lintas etnis dan bangsa. Tujuannya bersama-sama menyelamatkan sungai di Bali. 

Meski sekilas sepele, prakarsa itu cepat menjelma menjadi gerakan lingkungan yang membahana di seantero pulau.

Baca Juga: Dua Kabupaten di Kaltim Masuk dalam Zona Hijau COVID-19

2. Persoalan sampah yang mulai mengancam di Bali

Bencheghib sangat mencintai keasrian sungai. Bahkan setelah ia berdomisili di Bali, jiwanya pun langsung terusik dengan gunungan sampah bertebaran di sungai. 

Ironisnya lagi, hampir semua tutup mata dengan permasalahan ini. Indonesia adalah penghasilan sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah China.

Catatan Bank Dunia, sekitar 187 juta orang Indonesia yang tinggal dalam radius 50 kilometer dari pesisir, menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. Hampir separuhnya berakhir di laut.

Permasalahan ini pula yang kini mengancam Bali. Pelbagai jenis sampah plastik, dari botol air minum kemasan, sikat gigi, hingga popok bayi. Tingginya arus wisatawan disebut-sebut turut mempengaruhi  peningkatan sampah plastik di pantai-panti penuh turis. 

Sungai Watch mendapati fakta 90 persen sampah plastik berasal dari yang hanyut dari sungai. Lantaran itulah, Sungai Watch memulai prakarsa memasang jaring agar sampah-sampah tidak langsung hanyut terbawa ke laut. 

Secara rutin, sampah-sampah dari jaring ini dibersihkan ke tempat pembuangan akhir. Mereka sudah memasang 100 jaring di mana ke depannya akan ditingkatkan jadi 1.000 jaring. 

3. Sungai Watch mengaudit setiap sampah plastik berhasil terkumpul

Sungai Watch ternyata punya keunikan sendiri dibandingkan para relawan lingkungan. Alih-alih membuang temuan sampah dari sungai, Bencheghib dan rekan-rekannya menyortir sampah plastik sudah terkumpul. 

Secara rinci, mereka memilah sampah-sampah plastik berdasarkan kategori produk, merek, kondisi, dan jenisnya. Bahkan, merek-merek terkenal pun masuk dalam kategori pemilahan sampah plastik ini. 

Dalam kurun waktu dua bulan (Agustus-September 2020) berhasil terkumpul 5,2 juta ton sampah plastik. Sampah plastik ini terkumpul dari delapan titik lokasi sungai di Bali, salah satunya Sungai Nyanyi. Salah satu sungai paling kotor di Bali. 

Mereka memuatnya dalam laporan River Plastic Report 001. 

Laporan misalnya menyebutkan ada 400 produk kemasan plastik, terafiliasi pada 100 perusahaan sudah mengotori sungai di Bali. Sampah korporasi berupa botol plastik, sedotan, kantong keresek, kemasan produk, gelas plastik, ban, sendal, kertas dan kardus, styrofoam, dan plastik keras jenis HDPE.

Laporan juga punya data rinci ihwal sampah botol minuman kemasan. Disebutkan umumnya jenis PET (Polyethylene Terephthalate).

"Kami sungguh meyakini kekuatan data untuk memulai sebuah percakapan dengan korporasi (terkait kewajiban lanjutan mereka sebagai produser), distributor, pemerintah, dan konsumen," kata Bencheghib seperti dalam laporannya itu.

4. Aksi Sungai Watch yang memperoleh perhatian dari daerah

Temuan Sungai Watch itu sejalan dengan brand audit Break Free from Plastic, sebuah organisasi nirlaba dengan 11.000 orang relawan di 45 negara, termasuk Indonesia. Dalam laporannya, mereka menyebutkan salah satu perusahaan besar yang produknya paling mencemari lingkungan di Indonesia. 

Perusahaan ini berada di posisi delapan besar perusahaan pencemar lingkungan perusahaan multinasional lainnya. 

Terbaru ini, Sungai Watch memperoleh respons positif dari pemerintah daerah diajak bersama-sama menjaga lingkungan. Seperti dilakukan Pemkab Banyuwangi telah mengajak mereka bekerja sama dalam gerakan membersihkan sungai.

Meskipun memang, perusahaan korporasi termuat dalam laporan Sungai Watch tidak pernah memberikan tanggapan terkait hasil audit organisasi lingkungan ini. Padahal, itulah yang sedang dinanti banyak pihak, terlebih di saat pemerintah ingin menunjukkan komitmen besar dalam isu perubahan iklim pada Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Bali, Oktober 2022.

Baca Juga: Penanganan Minyak Curah di Balikpapan Menunggu Petunjuk Pusat

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya