Kisah Mun'imah, Sinyal 4G, dan Lompatan Ekonomi Tiwingan Baru Kalsel

- Mun'imah sukses berjualan produk olahan hasil kebun secara online dengan omzet mencapai Rp10 juta per bulan.
- Jaringan 4G meningkatkan ekonomi di desa Tiwingan Baru, Kalsel, dengan potensi wisata yang menghasilkan PADes Rp1,5 juta perbulan.
- Peran pemerintah dalam program "3435" membantu menuntaskan wilayah blank spot sinyal 4G di daerah terpencil.
Banjar, IDN Times - Di tengah Waduk Riam Kanan yang tenang, jaringan internet 4G telah meningkatkan roda ekonomi. Dari promosi wisata hingga sirup temulawak, koneksi digital menyulap keterisolasian menjadi peluang. Inilah cerita tentang sebuah desa wisata di Kalimantan Selatan yang kini mendulang rezeki dari dunia maya.
Udara segar pegunungan merayap memeluk Desa Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalsel. Di sebuah rumah yang sederhana namun cukup luas, tangan Mun'imah (39) sigap mengemas botol berisi situp temulawak Khas Bukit Batas Mama Aliya. Bukit Batas sendiri merupakan wisata andalan desa tersebut yang sempat viral dijuluki "Raja Ampat" nya Kalimantan.
Sementara matanya sesekali melirik layar ponsel memastikan jika ada pesanan masuk. Di dapur rumahnya, aroma manis dari temulawak dan jahe hasil kebun. Sesekali air Waduk Riam Kanan yang mengelilingi desa itu berderu saat perahu mesin lewat.
Ponsel itu adalah kunci Mun'imah. Bukan untuk chatting biasa, melainkan untuk membuka etalase dagangnya di berbagai marketplace dan media sosial. Padahal, hanya beberapa tahun lalu, masih hidup dalam sunyi sinyal. Kini, berkat jaringan 4G, Mun'imah telah membuktikan bahwa jarak geografis tak lagi menjadi penghalang rezeki.
1. Berawal satu produk menjadi pundi-pundi jutaan

Mun'imah, yang juga tercatat sebagai aparat desa, memulai usaha sampingannya hanya dengan satu produk: keripik pisang. Namun, reaksi positif yang ia terima mendorongnya untuk berkreasi lebih jauh. Kini, delapan jenis produk olahan hasil kebun ia jual, mulai dari sirup temulawak dan jahe botolan, sambal rujak, uyah pencok, petis, hingga aneka keripik.
“Alhamdulillah kini pembeli saya sudah sampai Kotabaru. Kalau dulu, sebelum ada internet, cuma warga sekitar yang membeli karena promosinya hanya lewat mulut ke mulut,” ungkap Mun'imah, Jumat (17/10/2025).
Menariknya, meskipun hanya berstatus usaha sampingan, hasil dari penjualan daringnya jauh melampaui gaji utamanya sebagai aparat desa.
“Kalau ditanya omzet, sekitar Rp10 juta sebulan. Alhamdulillah lumayan,” syukurnya dengan senyum. Angka ini menjadi bukti nyata bagaimana literasi digital dan koneksi internet mampu memberdayakan ekonomi rumah tangga di daerah terpencil.
2. Jaringan 4G meningkatkan ekonomi di tengah keterisolasian

Tiwingan Baru, yang merupakan bagian dari Kawasan Geopark Meratus, memiliki luas 125,8 kilometer persegi dan dihuni 614 jiwa dengan 140 kepala keluarga yang dibagi tiga rukun tetangga. Memang bukan desa yang mudah dijangkau. Lokasinya yang terisolir telah lama menjadi tantangan sekaligus daya tarik utama.
Untuk mencapai desa ini dari Banjarbaru, ibu kota Provinsi Kalsel, pengunjung harus menempuh perjalanan darat sejauh sekitar 40 kilometer menuju Dermaga Riam Kanan.
Dari dermaga, perjalanan harus dilanjutkan dengan mencarter kapal kelotok (perahu bermesin) selama 30 hingga 45 menit, membelah waduk yang dikelilingi perbukitan hijau.
Kepala Desa Tiwingan Baru, Rudiansyah—akrab disapa Rudi—mengakui betapa berharganya perubahan ini. “Di sini baru awal 2024 tadi internetnya lancar. Jaringan sudah full 4G,” ujar Rudi menjelaskan sebelum adanya internet, jaringan untuk telepon seluler pun sangat sulit. Menara
Base Transceiver Station (BTS) sejatinya sudah dibangun sejak 2022. Namun, jaringan baru optimal pada 2024. Rudi meyakini, pertimbangan potensi wisata desa yang unik inilah yang membuat pemerintah fokus membangun infrastruktur digital di sana.
Menurut perhitungan Rudi, dampak kehadiran internet ini sangat signifikan, meningkatkan potensi ekonomi warga hingga 75 persen. “Sebab kita dapat lebih mempromosikan potensi wisata melalui sosmed, dan warga yang punya produk pun kini sudah dapat berjualan secara online,” katanya.
3. Potensi wisata dan angka PADes

Sebagai desa wisata, Tiwingan Baru memiliki tiga objek utama: Pulau Pinus 2, Bukit Batas, dan Murung Batu Laba. Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Bina Lestari Tiwingan Baru, Muhammad Yusuf, menjelaskan bahwa promosi digital berdampak langsung pada jumlah kunjungan. Pengunjung rata-rata mencapai sekitar 1.200 orang tiap bulannya, terutama ramai saat akhir pekan dan hari libur.
“Dari sektor wisata kita dapat menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes) sekitar Rp1,5 juta perbulan, yang tentu bergantung pada jumlah pengunjung,” ucap Yusuf. Dengan adanya internet, informasi objek wisata hingga layanan sewa kapal dapat diakses seketika.
4. Peran pemerintah

Di balik kisah sukses lokal ini, ada peran besar dari program pemerintah. Kabid E-Government Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian (DKISP) Kabupaten Banjar, Cornelis Kristianto, membeberkan bahwa lancarnya jaringan di Tiwingan Baru adalah buah dari Program “3435” Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang Komunikasi dan Digital).
“Program ‘3435’ merupakan program untuk menuntaskan wilayah blank spot atau sinyal 4G yang tidak terjangkau di 3.435 di wilayah pelosok. Tahun 2022 itu kami mengusulkan BTS dan di-acc 36, termasuk di Desa Tiwingan Baru,” jelas Kristianto.
Meski demikian, tugas belum usai. Kristianto menambahkan bahwa saat ini masih ada delapan desa di Kabupaten Banjar yang masih belum mendapatkan jaringan 4G. Usulan telah disampaikan pada 2024 dan mendapat lampu hijau, namun kepastian realisasi masih dinanti.
“Artikel ini merupakan hasil kolaborasi antara Komdigi dan IDN Times”