Pengamat Unmul Soroti Antrean BBM di Kaltim yang Tak Kunjung Usai

Balikpapan, IDN Times - Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi Purwoharsojo, menyoroti masalah klasik antrean panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina di Kalimantan Timur (Kaltim) yang tak kunjung terselesaikan. Ia menduga adanya kebocoran dalam sistem distribusi BBM yang belum teridentifikasi secara jelas.
"Saya perhatikan, di pulau-pulau padat penduduk lainnya dengan konsumsi BBM jauh lebih besar justru tidak mengalami antrean separah Kaltim. Ini mengindikasikan ada yang tidak beres dengan sistem distribusi di sini," ujar Purwadi diberitakan Antara di Samarinda, Rabu (9/4/2025).
Menurutnya, keresahan masyarakat semakin meningkat, terutama karena kekhawatiran terhadap kualitas BBM yang diterima. Hal ini terlihat dari munculnya fenomena pembelian BBM eceran dalam botol yang dianggap lebih terpercaya oleh sebagian warga.
1. Kritis kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina

Purwadi menilai, kondisi tersebut mencerminkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap sistem distribusi resmi Pertamina. Ia juga menyoroti maraknya praktik pengetapan BBM yang dinilai ilegal, namun masih dilayani oleh SPBU.
“Banyak pengecer yang menjual BBM di kios-kios pinggir jalan, ini bukti bahwa ada oknum yang bermain dalam rantai distribusi,” katanya.
Ia menekankan perlunya pengawasan ketat dan kolaboratif dari hulu ke hilir untuk memastikan kelayakan distribusi BBM di Kaltim. Pengawasan tersebut, menurutnya, harus melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, DPRD, hingga Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
"Pengawasan yang menyeluruh adalah kunci untuk mengatasi keresahan masyarakat, terutama atas dugaan pengoplosan BBM," tegasnya.
2. Monopoli penyediaan BBM di Kaltim

Purwadi juga menyinggung soal monopoli penyediaan BBM di Kaltim yang masih dipegang penuh oleh Pertamina. Menurutnya, berbeda dengan di Pulau Jawa yang memiliki banyak alternatif penyedia BBM, masyarakat Kaltim tidak punya pilihan lain.
“Mau tidak mau, masyarakat harus bergantung pada Pertamina. Ini membuka potensi kerawanan dalam pelayanan,” jelasnya.
Namun, ia menolak jika solusi yang ditawarkan adalah mendatangkan investor asing di sektor hilir migas. Baginya, persoalan ini bukan soal persaingan, melainkan pembenahan menyeluruh terhadap kinerja Pertamina di wilayah Kaltim.
“Yang perlu dilakukan adalah bereskan kinerja internal Pertamina dari hulu sampai hilir,” ujarnya.
3. Keberanian untuk melakukan digitalisasi

Salah satu tantangan besar Pertamina, lanjut dia, adalah keberanian untuk melakukan digitalisasi di seluruh lini layanan. Digitalisasi, kata Purwadi, akan meningkatkan transparansi dan kemudahan akses bagi masyarakat dalam memperoleh informasi soal ketersediaan BBM dan lokasi SPBU terdekat.
“Hari ini saja, sistem barcode pada pembelian BBM subsidi masih sering disalahgunakan. Pertamina harus berani buka diri dengan digitalisasi agar semuanya bisa terlaporkan secara publik,” tambahnya.
Purwadi juga mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim agar lebih responsif terhadap keluhan masyarakat. Ia menilai, pemprov tidak bisa lepas tangan dan harus menjadi inisiator pembenahan layanan publik yang vital ini.
"Pemerintah harus buka mata dan telinga. Kalau memang ada yang harus dibenahi dari Pertamina, ayo kita bongkar bersama,” tegasnya.
4. Pembentukan forum terbuka dengan pemangku kepentingan

Lebih lanjut, ia mendorong dibentuknya forum terbuka yang melibatkan semua pemangku kepentingan, mulai dari DPRD, akademisi, BPH Migas, Pertamina, hingga konsumen. Forum ini dinilainya penting sebagai wadah menyampaikan data dan keluhan secara objektif.
"Saya siap hadir jika ada forum seperti itu, karena saya berhadapan langsung dengan pihak-pihak terkait,” katanya.
Menurutnya, BBM adalah kebutuhan publik yang sangat vital, setara dengan air dan listrik. Gangguan pada ketersediaan dan kualitas BBM akan berdampak langsung pada aktivitas ekonomi masyarakat.
“Kualitas BBM yang buruk bisa merusak kendaraan. Ini tentu mengganggu aktivitas harian dan roda perekonomian,” ujarnya.
5. Lambat penyelesaian masalah antrean BBM

Ia pun menyayangkan lambannya penyelesaian masalah antrean BBM yang menurutnya sudah terjadi selama lebih dari satu dekade.
“Masalah antrean ini sudah ada sejak 10 sampai 15 tahun lalu, tapi belum pernah benar-benar selesai,” tukasnya.
Purwadi juga meminta agar pelayanan SPBU diperbaiki dan sistem pengawasan ditingkatkan melalui audit menyeluruh, termasuk kepada sopir truk tangki BBM.
"Pertamina harus berani mengaudit dari kilang hingga SPBU, termasuk sopir-sopir pengangkut BBM. Jangan setengah-setengah kalau memang mau berubah," pungkasnya.