Dukung IKN tapi Lahan Belum Dibayar, Warga Segmen 6A Tol IKN Bertahan Portal

- 21 pemilik lahan terdampak Tol IKN Segmen 6A tetap dukung pembangunan IKN, tapi minta pemerintah bayar lahan mereka.
- Lahan perkebunan warga dijadikan jalan tol tanpa kepastian nilai ganti rugi, pemilik lahan melakukan pemortalan.
- Deputi Bidang Sosial Otorita IKN menyatakan komunikasi harmonis antara pemerintah dan warga penting untuk lancarnya pembangunan.
Penajam, IDN Times - Warga pemilik lahan yang terdampak pembangunan Jalan Tol IKN Segmen 6A menegaskan tetap mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, mereka meminta pemerintah segera memberikan kepastian pembayaran ganti rugi atas lahan yang digunakan.
Sebanyak 21 pemilik lahan menyatakan tidak berniat menghambat proyek strategis nasional tersebut. Meski demikian, mereka mengaku hingga kini belum mendapat kejelasan terkait nilai ganti rugi lahan yang telah digunakan untuk pembangunan jalan tol.
“Kami sangat mendukung pembangunan IKN. Tapi kami juga berharap pemerintah memperhatikan hak kami, khususnya terkait lahan yang terdampak pembangunan Tol IKN Segmen 6A,” ujar Ketua RT 02 Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Toni Sharon, kepada IDN Times, Senin (15/12/2025).
1. Terpaksa lakukan pemortalan Tol

Toni menjelaskan, lahan yang kini telah berubah menjadi badan jalan tol sebelumnya merupakan lahan perkebunan warga yang menjadi sumber penghidupan sehari-hari. Karena belum ada kepastian penetapan nilai ganti rugi, warga terpaksa melakukan pemortalan di lokasi tersebut.
“Hingga sekarang kami masih bertahan melakukan pemortalan. Kalau belum ada titik terang, portal tidak akan dibuka,” tegasnya.
Meski begitu, ia menegaskan aksi tersebut akan dihentikan apabila pemerintah, melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, memberikan jaminan kepastian pembayaran ganti rugi.
Menurut Toni, pengukuran lahan sebenarnya sudah dilakukan. Namun hingga kini warga belum mengetahui luas lahan yang terdampak maupun besaran nilai ganti rugi yang akan diterima.
Hal senada disampaikan warga lainnya, Ira. Ia menyebutkan, seluruh lahan warga yang terdampak sebenarnya telah terdaftar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan memiliki Nomor Induk Bidang (NIB) dari Kantor ATR/BPN PPU.
“Namun terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 11 Tahun 2024 tentang adendum luas HGU PT ITCI Hutani Manunggal membuat proses pengadaan lahan menjadi terhambat,” ujarnya.
2. Hampir dipastikan lahan itu sah milik masyarakat

Sementara itu, Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat (SBPM) Otorita IKN, Alimuddin, menyatakan pihaknya sependapat bahwa lahan milik warga yang telah memiliki NIB pada prinsipnya merupakan lahan sah milik masyarakat.
Ia juga menegaskan tidak ada penolakan dari warga terhadap pembangunan IKN. Namun, karena pembangunan infrastruktur penunjang berada di luar wilayah IKN dan menimbulkan persoalan, maka diperlukan komunikasi yang harmonis antara BBPJN PUPR, pemerintah daerah, dan warga pemilik lahan.
“Dengan komunikasi yang baik, kami berharap warga bersedia membuka portal agar pembangunan dapat berjalan lancar dan target penyelesaian akhir tahun bisa tercapai,” ujarnya.
Terkait penetapan harga ganti rugi, Alimuddin menyebut warga sebenarnya telah memahami tahapan pengadaan tanah. Namun proses tersebut mengalami keterlambatan karena masih menunggu perubahan SK Menteri Kehutanan.
“Perubahan SK ini diharapkan mengakomodasi usulan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten PPU. Kami mengapresiasi langkah Bupati PPU yang telah memperjuangkan hal tersebut,” katanya.
3. Perubahan SK akomodir usulan masyarakat dan Bupati PPU
Ia menambahkan, setelah SK perubahan diterbitkan—yang dijanjikan keluar dalam waktu dekat—akan diumumkan peta lahan yang terdampak. Selanjutnya, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) akan melakukan penilaian ganti rugi dan hasilnya disampaikan kepada masyarakat.
Alimuddin menegaskan seluruh tahapan pengadaan lahan harus dilalui sesuai ketentuan dan perlu disosialisasikan dengan baik agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
“Saya berharap seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama menjaga kepercayaan. Kami optimistis adendum SK Menteri Kehutanan segera terbit sehingga pembangunan dapat berjalan simultan,” pungkasnya.


















