ITB Latih Warga IKN Olah Limbah Rumah Tangga dan Pertanian

Penajam, IDN Times - Tim pengabdian masyarakat (PM) dari Kelompok Keilmuan (KK) Bioteknologi Mikroba Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) melatih warga Ibu Kota Nusantara (IKN) di Desa Sukomulyo, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) untuk pengelolaan dan pengolahan sampah.
Sampah tersebut berasal dari limbah rumah tangga maupun pertanian dan diolah untuk menjadi hasil yang berguna, Selain itu juga berdampak untuk menjaga lingkungan tetap bersih bebas sampah atau limbah. Di mana kegiatan tersebut dilaksanakan pada 26 Juni 2024 hingga 13 Oktober 2024.
“Kami mengajak masyarakat untuk lebih peduli dengan lingkungan dengan cara pengelolaan dan pengolahan sampah yang benar dan menguntungkan,” ujar Ketua Tim PM KK Bioteknologi Mikroba SITH ITB, Noor Rahmawati, kepada IDN Times, Kamis (17/10/2024) di Sepaku.
1. Latih warga memilah sampah dengan benar

Ia mengatakan bahwa tim yang terdiri dari para dosen ITB tersebut, antara lain Dr. Mamat kandar, DR. Ir. Mustika Dewi dan Evy Rachmawati Chaldun, melatih warga desa bagaimana memilah sampah dengan benar antara sampah kering dan sampah basah atau organik. Sehingga bisa mendapatkan gambaran nilai ekonomi dari limbah serta keuntungan finansial apabila melakukan pengolahan limbah itu.
“Sedangkan untuk pengolahan sampah, masyarakat kami latih mengolah limbah rumah tangga menjadi kompos dengan metode takakura, dan juga pelatihan mengolah limbah kulit buah buahan menjadi produk eco enzim, yang selanjutnya akan diolah kembali menjadi sabun eco enzyme, baik berupa sabun cair maupun sabun padat,” ungkapnya.
Menurutnya, permasalahan sampah akan terus bergulir selama ada kehidupan sosial. Sementara Desa Sukomulyo, secara geografis terletak di sekitar IKN yang telah ditetapkan sebagai IKN. Maka dengan penetapan IKN, dipastikan bahwa dinamika sosial dan perekonomian akan meningkat serta berimbas pula pada daerah penyangga, termasuk desa Sukomulyo.
Lalu, tambahnya, dengan tingkat kepadatan penduduk saat ini. yakni 70 jiwa per kilometer persegi, produksi sampah akan semakin meningkat seiring peningkatan aktivitas sosial dari penduduk. Berdasarkan data kependudukan, diperoleh data bahwa 39,1 persen penduduk Sukomulyo bekerja di sektor pertanian dengan wilayah perkebunan, baik perkebunan kelapa sawit, karet dan perkebunan lainnya.
2. Bantu penyediaan pupuk organic

Luas areal perkebunan mencapai 1.596 hektare, sektor ini dinilai membutuhkan pupuk yang selama ini dipenuhi dari pupuk sintetis. Kebutuhan pupuk pun semakin meningkat, diikuti dengan peningkatan harga pupuk yang berdampak kepada peningkatan harga produksi pertanian.
“Sehingga kami kenalkan pupuk organik dari limbah rumah tangga maupun limbah pertanian yang bisa diproduksi secara mandiri oleh warga. Ini akan sangat membantu penyediaan pupuk organik sebagai substitusi pupuk sintetis,” terang Noor Rahmawati.
Sementara itu, sebutnya, pupuk organic dalam bentuk pupuk kompos maupun eco enzyme bisa diproduksi menggunakan limbah rumah tangga atau pertanian, menggunakan teknologi sangat sederhana. Selain itu eco enzyme juga dapat diproses lebih lanjut menjadi sabun baik sabun padat maupun cair.
3. Petani dapat produksi pupuk organik dan eco enzyme

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dibutuhkan persiapan warga Desa Sukomulyo untuk bisa menjadi warga ibukota. Pengembangan diri warga sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang tidak terkecuali manajemen pengelolaan dan pengolahan sampah menjadi produk bermanfaat seperti kompos dan eco enzyme .
“Sehingga masyarakat petani dapat memproduksi pupuk organik dan eco enzyme yang mendukung pertanian mereka, selain itu lingkungan juga menjadi lebih bersih dan sehat,” tegasnya.
Untuk diketahui, bebernya, kegiatan yang melibatkan dua mahasiswa Merdeka Belajar Kampus Merdeka ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian dari ITB kepada masyarakat Desa Sukomulyo dalam penanganan limbah pertanian dan limbah rumah tangga.
Dengan memilih pemanfaatan teknologi sederhana sebagai bentuk alih teknologi, dan yang bisa dipraktikkan masyarakat Sukomulyo secara mandiri. Dalam skala rumah tangga ataupun skala industri rumahan yang dapat dijual kepada masyarakat sekitar mereka.
4. Pelatihan dilakukan selama dua tahapan

Ia menerangkan, sabun padat dan cair berbahan dasar eco enzyme merupakan produk natural dan termasuk ramah lingkungan. Sehingga diharapkan bahwa lingkungan menjadi bersih dari sampah organik dan didapatkan hasil produk bermanfaat seperti kompos, eco enzyme maupun sabun padat dan cair.
“Pelatihan kami lakukan selama dua tahapan, di mana tahapan pertama lebih ke arah manajemen pengelolaan sampah dan persiapan serta praktik pembuatan kompos takakura serta eco enzyme,” sebutnya.
Kegiatan itu dihadiri sekitar 30 warga desa dan disaksikan aparat pemerintahan Desa Sukomulyo, perwakilan Kecamatan Sepaku, penyuluh dari Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sepaku dan anggota kelompok tani Usaha Bersaudara.
Ada pun proses pembuatan eco enzyme, katanya, membutuhkan waktu tiga bulan untuk proses fermentasi kulit buah menjadi eco enzyme dengan tambahan gula merah ataupun molase. Sedangkan pemanenannya dan pembuatan sabun cair dan padat dilakukan pada tahap kedua dengan jangka waktu tiga bulan setelahnya.
‘Kami berharap semoga kegiatan pelatihan ini, membawa dampak positif bagi masyarakat desa Sukomulyo, bukan hanya pada para peserta pelatihan juga untuk masyarakat desa lainnya dengan cara menyebarkan ilmu sudah didapatkan dan mempraktikkan hasil pelatihan dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.