Sidang Galian Ilegal di Hotel Tirta Balikpapan Berujung Ricuh

Balikpapan, IDN Times - Sidang lanjutan perkara tambang galian C ilegal di eks Hotel Tirta, Jalan A Yani RT 5, Kelurahan Mekarsari, Balikpapan Tengah, terpaksa dihentikan lebih awal.
Kericuhan pecah di ruang sidang pengadilan saat saksi dari Satpol PP dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan memberikan keterangan.
1. Saksi penting mangkir, jaksa ajukan pemanggilan paksa

Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ari Siswanto menghadirkan dua saksi, yakni Musdiansyah dari Satpol PP dan Haryadi, ST, dari DLH. Namun, saksi lain yang juga pemilik lahan, Hengky Wijaya, kembali tidak hadir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Balikpapan, Septiawan, menjelaskan bahwa Hengky sudah dua kali dipanggil. "Panggilan pertama, ia menyatakan sedang sakit dan menjalani pengobatan di Singapura. Panggilan kedua tidak mendapat tanggapan sama sekali," ujar Septiawan.
Menanggapi hal ini, Hakim Ketua mempertanyakan langkah JPU untuk menghadirkan Hengky. JPU kemudian meminta persetujuan majelis untuk melakukan pemanggilan paksa. Namun, permintaan itu ditolak oleh hakim. "Pemanggilan paksa hanya dapat dilakukan terhadap terdakwa," tegas Ari Siswanto.
2. Aktivitas penambangan tak berizin

Dalam kesaksiannya, Musdiansyah memaparkan bahwa aktivitas ilegal ini diketahui setelah laporan dari Dinas PU Kota Balikpapan terkait sedimentasi di Jalan A Yani pada September 2022.
"Di lokasi eks Hotel Tirta, kami melihat adanya penataan lahan dan bertemu terdakwa Rohmat, yang mengaku bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Dari Rohmat, saya mengetahui pasir hasil penataan itu dijual," ungkapnya.
Lebih lanjut, Musdiansyah menyebutkan bahwa kegiatan tersebut tidak memiliki izin. Belakangan terungkap, pelaksana kegiatan adalah Naja yang bertindak atas kuasa dari Hengky Wijaya.
Sementara itu, saksi Haryadi dari DLH juga membenarkan bahwa aktivitas penambangan itu tidak sesuai dengan rencana induk tata ruang dan melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup. "Penataan lahan harus menyesuaikan dengan rencana induk. Jika tidak, itu melanggar aturan," tegasnya.
3. Kerusakan lingkungan picu kemarahan warga

Haryadi mengungkapkan bahwa aktivitas penambangan ini menyebabkan dampak lingkungan serius, seperti longsor, keretakan pada bangunan warga, dan banjir di kawasan tersebut.
Namun, pernyataan Haryadi soal tidak adanya warga di lokasi saat inspeksi lapangan memicu kemarahan pengunjung sidang. "Bohong! Kami ada di lokasi waktu itu!" seru warga dengan nada tinggi, sehingga kericuhan pun tak terhindarkan.
Kericuhan tersebut membuat Ketua Majelis Hakim menghentikan sidang sementara untuk menenangkan situasi. Setelah suasana kondusif, sidang kembali dilanjutkan. Haryadi akhirnya mengakui bahwa pada kunjungan berikutnya pihaknya sempat bertemu dengan warga.
Namun, jawaban itu tidak memuaskan warga yang terus menyuarakan protes, memaksa hakim menghentikan sidang dan menunda jalannya persidangan hingga pekan depan.