Tradisi Baremah Bapuar: Ritual Panen dan Tolak Bala Dayak Balangin

Pontianak, IDN Times - Warga adat Dayak Balangin di Dusun Engkalong, Desa Nyayum, Kecamatan Kuala Behe, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, kembali menggelar tradisi Baremah Bapuar. Ritual tahunan ini merupakan bentuk rasa syukur atas panen padi sekaligus sebagai upaya membuang sial dan menolak bala.
Tradisi ini rutin dilakukan setiap awal masa panen, tepatnya pada bulan Maret. Sejak pagi hari, rangkaian ritual dimulai dengan doa adat di lokasi keramat Panyugu Ijak Panggung. Kemudian, pada sore hari, masyarakat menggelar pawai keliling kampung dengan membawa tandu berbentuk sampan yang diiringi musik tradisional gong dan gendang.
1. Gelar arak-arakan keliling kampung

Pada pukul tiga sore, rangkaian ritual kembali dilanjutkan dengan melakukan arak-arakan atau pawai berkeliling kampung sambil memikul tandu berupa sampan dengan iringan musik dari gong dan gendang.
Warga terutama anak-anak muda yang mengikuti pawai sambil bermain musik, juga turut menari sambil berteriak menambah semarak suasana pawai.
Dalam rangkaian ritual ini, warga yang rumahnya dilewati pawai akan menyerahkan beberapa benda untuk disimpan dalam sampan yang ditandu.
Sesekali, rombongan pawai yang turut diikuti ratusan warga yang antusias memenuhi jalan menyaksikan ritual, akan sesekali berhenti sambil menunggu warga menyerahkan barang ke dalam tandu.
2. Sambil menampilkan pertunjukkan silat khas Dayak

Saat tandu berhenti dan diletakkan, warga baik orang tua hingga anak-anak akan menampilkan pertunjukan Kuntau atau Silat khas Dayak.
Panyangahatn atau Imam Doa Adat yang juga merupakan pemangku warisan, Ayeb mengatakan bahwa ritual Baremah Bapuar ini merupakan tradisi yang sudah dilakukan masyarakat adat Dayak Belangin sejak zaman nenek moyang dahulu kala.
Tradisi ini, kata Ayeb, sebagai bentuk ucapan syukur atas hasil panen padi, agar padi yang dipanen bisa memberikan kesehatan dan mendatangkan rezeki.
"Namanya Baremah Bapuar tahun baru padi, dari awal mulai panen padi kita melakukan syukuran atas hasil panen agar saat kita makan nasi dari padinya diberi kesehatan serta rejeki yang melimpah," terangnya, Minggu (9/3/2025).
3. Bakal dihanyutkan ke sungai

Dalam prosesi pawai tersebut, dikumpulkanlah beberapa barang ke dalam perahu, di antaranya berupa bambu bekas kulit lemang, tangkai padi yang tidak berisi, bekas-bekas sampah kulit buah, beras, anak ayam, mperingat, serta beberapa paraga adat seperti tumpi, poe dan lain-lain.
Barang-barang tersebut menurutnya sebagai simbol untuk membuang sial, atau membuang hal-hal buruk serta mengusir roh-roh jahat yang nantinya akan dihanyutkan ke sungai.
"Maka inilah hal-hal yang tidak baik tidak enak itu dihanyutkan, dikasi makan itulah istilahnya ritual adat," paparnya.
Setelah rangkaian pawai berkeliling kampung, sampan yang ditandu kemudian dihanyutkan ke aliran sungai yang kemudian menutup rangkaian ritual.