TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bertahan saat Pandemik, Inovasi Pengusaha Oleh-oleh di Balikpapan   

Pengrajin batik beralih membuat masker kain

Usaha milik Riswahyuni, Cake Salak Kilo mulai menjual bingkisan untuk bertahan di tengah pandemik. (Dok. IDN Times/Istimewa)

Balikpapan, IDN Times - Pandemik COVID-19 yang sudah berlangsung setahun terakhir berdampak signifikan di sektor pariwisata. Kota Balikpapan, Kalimantan Timur biasanya menjadi kota singgah bagi kebanyakan pelancong atau pebisnis, meski hanya sekadar menginap atau berburu oleh-oleh. 

Namun sejak pandemik COVID-19 sektor ini kian sepi. Bahkan pada tahun lalu pariwisata seolah mati suri. Pelaku usaha atau UMKM yang memproduksi oleh-oleh pun ikut terdampak. Mereka mesti putar otak jika tak mau kehilangan pendapatannya. 

Terlebih usaha dengan karyawan tak sedikit. Jika setop operasi, banyak piring nasi yang harus dikorbankan. Seperti pemilik usaha Cake Salak Kilo, Riswahyuni (43). Ia mengakui, perjalanan usahanya selama pandemik tidaklah mudah. 

"Yang kami pikirkan ketika mulai pandemi ini salah satunya karyawan. Bukan hanya kasihan kalau sampai merumahkan mereka, tapi juga sayang karena mereka ini sudah dibekali skill selama kami pekerjakan di sini," ungkap Riswahyuni atau akrab disapa Yuni saat dihubungi IDN Times pada Kamis (18/2/2021).

1. Toko oleh-oleh sepi pengunjung

Sebelum Pandemik COVID-19, Cake Salak Kilo kerap ikuti pameran. (ISTIMEWA)

Cake Salak Kilo yang berlokasi di Jalan MT Haryono, Kelurahan Batu Ampar, Balikpapan Utara selama ini menjual olahan buah salak, seperti cake atau onde-onde salak. Namun sejak pandemik dirinya berupaya mengeluarkan produk baru atau berinovasi yang bisa mengangkat kembali penjualannya. 

"Selain cake kami juga ada teh serai sekarang. Sebenarnya tidak banyak produk baru, tapi kami mencoba berinovasi saja. Apalagi kemarin saat momen Idulfitri, Natal, dan Imlek, kami coba juga menjual hampers atau bingkisan," ungkapnya. 

Selama pandemik, menurutnya usaha toko oleh-oleh merasakan dampak luar biasa. Ini lantaran orang-orang mengurangi untuk melakukan perjalanan. Jika tidak ada keperluan mendesak tidak akan berangkat. Apalagi untuk sekadar liburan. Banyak juga orang takut terpapar virus corona.

"Apalagi cari oleh-oleh, jauh banget dari harapan," katanya. 

Saat itu dirinya sempat juga berdiskusi dengan karyawan terkait kelanjutan usaha tersebut. "Saya bilang, gimana ini, kok tidak ada orang datang. Dalam sehari hanya ada satu, dua padahal sebelum pandemik, isu Ibu Kota Negara (IKN) cukup mendongkrak penjualan," katanya. 

Tiap harinya selalu ada tamu, bahkan dari luar negeri seperti Singapura dan Malaysia. Saat melihat titik IKN, mereka menyempatkan beli oleh-oleh, dan Cake Salak Kilo jadi salah satu pilihan. 

"Mereka pulang pasti belanja oleh-oleh. Tapi begitu Maret, April (2020), benar-benar drastis. Kami tidak siap saat itu," akunya. 

2. Terpaksa kurangi jam kerja dan upah karyawan

Ilustrasi Buah Salak di Pasar (IDN Times/Shemi)

Apalagi jika dibandingkan dengan Ramadan 2019, dimana pengunjung dan pelanggan sedang banyak-banyaknya. Yuni dan karyawannya sampai kewalahan menerima pengunjung yang makan ayam bakar di restorannya. Bahkan sampai ia menambah kursi agar bisa menampung lebih banyak pengunjung. 

"Ramadan 2020 kan harapannya sama ramainya. Makanya nambah kursi. Ternyata, sama sekali tidak ada orang. Petugas terus patroli kami tidak boleh buka," kenangnya.

Saat itu rumah makan tidak boleh buka. Sampai saat momen Ramadan keadaan tetap tak membaik. Ia sempat berdiskusi dengan karyawan. Jika harus memberhentikan, menurutnya tidak mungkin. Apalagi skill yang telah dimiliki karyawannya sudah lumayan terampil. 

"Lalu saya tawari jam kerjanya dikurangi. Otomatis kalau gitu gaji menyesuaikan jam kerja. Karena kalau di sini jam setengah 7 sampai jam 3 sore saja untuk sif pagi," jelas Yuni. 

Jika begitu lembur pun tak memungkinkan. Setelah komunikasi, karyawan bersedia. Selama dua pekan kira-kira pihaknya sempat mengurangi jam kerja. Kendati begitu, ia tak habis akal. Yuni terus mempertimbangkan untuk berinovasi. 

Benar saja, setelah Cake Salak Kilo mulai menyediakan hampers dan mengeluarkan salak teh serai, akhirnya jam kerja karyawan bisa kembali normal. "Alhamdulillah setelah itu membaik," katanya.

Baca Juga: Penulis Asal Balikpapan Ini Bertemu Jodoh di Instagram

3. Dampak sepinya pembeli juga sampai pada petani pemasok salak

Produk Riswahyuni gunakan salak dari petani lokal. (Istimewa)

Masalah tak hanya sampai pada usaha dan karyawannya. Tapi juga petani yang selama ini memasok buah salak untuk usahanya. Bagaimana pun juga, jika produk tak terjual, kebutuhan salak jadi jauh berkurang. 

"Kalau kami tidak jual produk olahan salak, atau penjualan menurun, kasihan petani yang teriak. Mereka bilang salaknya sudah banyak, mau diapakan. Sementara pembeli atau orang arah ke Samarinda sudah sepi," ungkapnya.

Dengan alasan ini Yuni mencoba mencari solusi agar salak terus bisa diolah. Sampai akhirnya dikeluarkannya salak teh serai yang bisa dikonsumsi setiap hari. 

"Setidaknya kami masih bisa menggunakan bahan baku salak yang sudah ada dari petani," ungkapnya. Selama ini bahan baku salak memang diambil dari petani. Saat pertama pandemik, diakuinya tidak ada yang siap. 

4. Bertahan dengan banyak lini usaha

ilustrasi ayam bakar madu (yummy.co.id)

Ia menjelaskan, di toko miliknya ada tiga konsep usaha. Pertama kuliner ayam bakar madu, kedua toko oleh-oleh, lalu ketiga cooking class. "Untuk kuliner kalau sekarang mulai stabil. Karena kan makanan kebutuhan dan konsumsi sehari-hari, ayam bakar madu. Namun oleh-oleh drastis," terangnya. 

Mengakali toko oleh-oleh yang penjualannya turun, ia berinovasi menjual paket bingkisan atau hampers demi mengakali produk tetap berproduksi dan terjual. Selain itu dirinya mulai mengeluarkan produk baru juga, selama pandemik, yakni salak teh serai. 

"Kalau cuma berharap di cake salak ya apa yang mau diharapkan. Apalagi kalau mengandalkan orang beli untuk oleh-oleh," ungkapnya. 

Dirinya berupaya membuat produk yang bisa terjual sehari-hari dan memang dibutuhkan orang. "Perasan salak, kami tambahkan serai, jahe, kayu manis, cengkeh, pandan. Ini untuk meningkatkan imunitas tubuh," bebernya. 

Sementara untuk cooking class yang sebelumnya dilaksanakan di area di tokonya, sejak pandemik juga berhenti sementara. Karena itu ia mengakali dengan membuka kelas di aplikasi Zoom. 

Pihaknya bekerjasama dengan beberapa sekolah seperti SMK. "Tadinya yang mereka ada belajar enterpreneurship akhirnya virtual," ujarnya. 

5. Berinovasi hampers sebagai cara silaturahmi baru

Hampers sebagai alternatif, sejak usaha oleh-oleh kian sepi. (Istimewa)

Awal 2021 ini, lanjutnya, masih aman. Bahkan usaha ayam bakar madunya bisa naik penjualannya selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). "Malah banyak pesanan karena orang tidak keluar rumah," ujarnya.

Sejak mulai menjual hampers, penjualan jauh membaik. Karena selama momen Natal dan Imlek ini pun hampers banyak diminati. "Kami juga berusaha rangkul perusahaan supaya hampers jadi budaya mereka walau tak hanya hari raya," katanya.

Ia pun memunculkan ide hampers untuk silaturahmi. Misalnya, jika ada rekan yang sakit, meski secara fisik tak dapat bertemu, hampers bisa jadi pilihan. "Kami bahkan jual yang paling murah hanya Rp 70 ribu," imbuhnya. 

Hampers seharga Rp 70 ribu yang paling murah isinya berupa jajanan onde-onde warna warni beberapa buah yang dimasukkan dalam boks, kami tambahkan kartu dan pita. Ada juga hampers berisi cake salak dua buah seharga Rp 100 ribuan. 

"Kami juga tambahkan caption menarik untuk pelanggan di sosial media. Ini yang kami kejar. Oleh-oleh kami alihkan sebagai hantaran atau bingkisan untuk teman yang sakit. Jadi solusi kan," katanya.

6. Perajin batik sepi pesanan sepi sejak pandemik COVID-19

Sri Sunarti menunjukkan ready to wear dari kain batik produksinya. (IDN Times/ Fatmawati)

Pelaku usaha lain di Kota Balikpapan, Sri Sunarti, juga memilih berinovasi. Dulunya ia adalah salah seorang perajin batik Kota Balikpapan, dengan nama Iwatik yang berlokasi di Jalan RE Martadinata, Kelurahan Mekarsari, Balikpapan Tengah. Ia juga memproduksi sambal ulek botolan dan sejumlah makanan ringan. Namun, sejak pandemik, ia mulai beralih juga ke produksi masker kain. 

"Ya sebenarnya saya masih membatik. Tapi sudah beda sama dulu ya. Sekarang tergantung pesanan. Kalau yang beli ada, tapi jauh lah sama sebelum COVID-19," terangnya. 

Pemasaran kain batiknya tak lagi mudah. produksi pun ia lakukan menunggu pesanan. Yang ia lakukan biasanya menggambar motif saja, namun belum berproduksi. "Ya kalau ada yang pesan, saya buat," katanya. 

Sebelum pandemik, penjualan cukup baik. Sering juga batik buatannya dipesan untuk dibuat seragam perkantoran maupun pesanan pelanggan luar daerah. 

"Tapi kalau sekarang sepi. Dulu juga dibeli sebagai oleh-oleh. Kebanyakan pesannya untuk organisasi, kantor, atau komunitas. Tapi sekarang jarang, dan palingan untuk dipakai sendiri," terangnya.

Baca Juga: Tunggu Kuota Pusat, Balikpapan Bersiap Vaksinasi COVID-19 Tahap Kedua

Berita Terkini Lainnya