TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jalan Umum Dipakai Truk Tambang, Ini Kritik Wakil Ketua DPRD Kaltim

Persoalan truk pakai jalan umum itu sudah lama terjadi

Ilustrasi kerusakan Jalan Poros Samarinda-Bontang persisnya di Desa Tanah Datar, Kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara masih alami kerusakan (IDN Times/Yuda Almerio)

Samarinda, IDN Times - Persoalan akibat tambang batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) bukan barang baru. Termasuk urusan jalan rusak karena aktivitas ekstraksi emas hitam tersebut. Dan pemerintah wajib menindak hal tersebut. Sebab aturannya sudah jelas. Demikian dikatakan Wakil Ketua DPRD Muhammad Samsun.

“Ada perdanya. Tertuang dalam Perda Kaltim Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Kegiatan Pengangkutan Batu bara dan Kelapa Sawit,” ujar Samsun, sapaan karibnya saat dikonfirmasi, Rabu (16/6/2021).

Baca Juga: Cerita Millennial Samarinda, Menanam Tanpa Tanah Hasilkan Rupiah

1. Semua aturan sudah tertuang dalam Perda Kaltim Nomor 10/2012

Muhammad Samsun, wakil Ketua DPRD Kaltim (IDN Times/yuda almerio)

Lebih lanjut, politisi PDI Perjuangan ini menerangkan, larangan tersebut tertuang dalam pasal 6 ayat 1. Disebutkan bila setiap angkutan batu bara dan hasil perusahaan perkebunan kelapa sawit dilarang melewati jalan umum. Kemudian di ayat 3 juga dijelaskan, kendaraan hanya bisa melintas jika mendapat izin dari pejabat berwenang. Dengan kata lain, pemerintah punya kewenangan penuh untuk membatasi truk pengangkut batu bara biar tak melintas di jalan yang dilalui warga.

“Payung hukumnya sudah jelas, tinggal eksekutif saja lagi,” terangnya.

2. Sebanyak 40,39 persen dari daratan Kaltim masuk dalam izin pertambangan

Bekas galian tambang batu bara ilegal di Waduk Samboja, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. IDN Times/Surya Aditya

Urusan tambang batu baru di Benua Etam memang lazim. Data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim izin tambang mencapai 5.137.875,22 hektare atau sama dengan 40,39 persen daratan provinsi ini. Dari jutaan izin tersebut dibagi menjadi dua, yakni izin usaha pertambangan atau IUP lalu PKP2B yang berarti perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara.

Sebelum UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah berlaku di Bumi Mulawarman, kewenangan penerbitan izin ada di tangan para bupati dan wali kota di Kaltim. Ketika itu ada 1.404 IUP diterbitkan dengan total luas 4.131.735,59 hektare. Sedangkan izin PKP2B datang dari pusat, setidaknya ada 30 PKP2B beroperasi di Kaltim. Total luasnya 1.006.139,63 hektare.

Dari tujuh perusahaan tambang dengan izin PKP2B terbesar di Indonesia, lima di antaranya berada di Kaltim. Masifnya izin tambang di Kaltim itu juga mengakibatkan persoalan lain seperti lubang bekas tambang. Setidaknya ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga di  Kaltim.  Ribuan lubang itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kaltim. Nah, Samsun menyebut masalah yang diakibatkan oleh aktivitas ekstraktif emas hitam ini sudah terjadi sebelum kewenangan pertambangan diambil alih pusat.

“Jadi jangan berdalih kewenangan ditarik pusat. Kerusakan di daerah terjadi dari dulu,” sebutnya.

Baca Juga: Atasi Macet, Pemkot Samarinda akan Bangun Flyover di Sungai Dama 

Berita Terkini Lainnya