Pengamat: Mirip Zaman Orba, Ruang Gerak Demokrasi Dibatasi Pemerintah
Tugas presiden itu menjamin kebebasan rakyatnya berpendapat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Samarinda, IDN Times - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohammad Nasir menghadap Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo pada Kamis (26/9). Agenda pertemuan itu berkaitan dengan aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah yang menolak undang-undang KPK yang telah disahkan, pun demikian revisi UU lain seperti RKUHP, UU RUU Pemasyarakatan, RUU Minerba dan serta produk legislasi lain yang dianggap melemahkan demokrasi.
Setidaknya, ada dua poin yang diminta presiden. Pertama ialah mengimbau mahasiswa agar tidak turun ke jalan. Kemudian yang kedua ialah memastikan sanksi bagi rektor yang tak bisa meredam gerakan mahasiswanya, termasuk dosen yang memperbolehkan atau mengarahkan mahasiswa ikut aksi.
Baca Juga: Dua Kali Demonstrasi, Mahasiswa Gagal (Lagi) Menduduki DPRD Kaltim
1. Normalisasi kampus mirip dengan otoritarian rezim orde baru
Menanggapi itu, Humas Koalisi Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) Peduli KPK, Herdiansyah Hamzah mengatakan, tindakan presiden dan menristekdikti ini, merupakan bentuk pembatasan kebebasan akademik, yang justru seharusnya dilindungi.
Dengan demikian, upaya pembatasan tersebut harus ditolak dengan beberapa argumen. Pertama, pembatasan itu merupakan politik birokrasi untuk meredam gelombang unjuk rasa mahasiswa, termasuk dosen dan civitas akademika lainnya.
“Politik birokrasi seperti ini mirip dengan gaya Orde Baru ketika menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) yang diterapkan rezim otoritarian Orde Baru Soeharto,” terangnya, Sabtu (28/9).
Baca Juga: 10 Potret Tuntutan Nyeleneh ala Mahasiswa di Kaltim