Data Backlog Perumahan Balikpapan Beda, Disperkim dan BPS Sinkronisasi

Balikpapan, IDN Times – Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) tengah menyusun langkah sinkronisasi data backlog perumahan dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Perbedaan data signifikan mendorong perlunya akurasi agar program bantuan bisa tepat sasaran.
Menurut data BPS, backlog perumahan di Balikpapan mencapai 38 ribu rumah tangga, terdiri dari 30 ribu backlog kepemilikan dan 8 ribu backlog kelayakan. Namun, Disperkim mencatat jumlah backlog yang jauh lebih tinggi, yakni 80 ribu rumah tangga.
“Kami akan sinkronisasi dengan data BPS agar mendapatkan data real. Mana yang benar, itulah yang akan jadi rujukan,” kata Kepala Disperkim Balikpapan, Rafiuddin.
1. Perbedaan data terjadi akibat perbedaan waktu survei

Rafiuddin menjelaskan, angka 80 ribu yang dimiliki Pemkot bersumber dari perhitungan tahun 2024. Sementara data BPS mengacu pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, sehingga terjadi selisih waktu sekitar satu tahun.
Selain backlog, Disperkim juga mencatat 5.000 unit rumah tidak layak huni (RTLH) di Balikpapan. Pemerintah berkomitmen menyelesaikan persoalan RTLH secara bertahap melalui program bantuan yang masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) 2025–2029.
“Harapannya, dalam lima tahun ke depan bisa diselesaikan setengahnya, sekitar 2.500 unit RTLH,” jelasnya.
2. Keterbatasan anggaran jadi tantangan utama

Program peningkatan RTLH saat ini sepenuhnya mengandalkan APBD, tanpa dukungan dari APBN. Dengan keterbatasan anggaran, pemerintah hanya mampu memperbaiki sekitar 150 unit rumah per tahun.
“Kami tentu ingin menuntaskan, tapi tidak bisa serta merta karena anggaran terbatas,” kata Rafiuddin.
Untuk mempercepat penanganan, Pemkot Balikpapan juga membuka peluang kerja sama dengan perusahaan swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Keterlibatan perusahaan sangat penting untuk menyukseskan peningkatan kualitas rumah warga,” imbuhnya.
3. Tingginya harga rumah juga dipicu terbatasnya lahan

Rafiuddin menambahkan, salah satu penyebab utama tingginya backlog adalah keterbatasan lahan. Saat lahan yang tersedia semakin minim, otomatis harga rumah akan semakin mahal.
“Ini menjadi beban bagi masyarakat. Maka itu, upaya pengentasan RTLH perlu didukung semua pihak,” tutupnya.