Jatam: Tambang Ilegal Marak, Aparat Daerah Tutup Mata

Samarinda, IDN Times – Terbongkarnya praktik tambang ilegal di Tahura Bukit Soeharto, yang masuk kawasan konservasi Ibu Kota Nusantara (IKN) oleh Mabes Polri seakan membuka lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di daerah. Aktivitas yang berlangsung sejak 2016 itu ditaksir merugikan negara hingga Rp5,7 triliun.
Sebagi informasi, baru-baru ini Bareskrim Polri mengungkap 351 kontainer berisi sekitar 7.000 ton batubara ilegal di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Batubara tersebut berasal dari kawasan IKN dan diduga telah diselundupkan sejak 2016.
Divisi Advokasi dan Database Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Windy Pranata, mengungkapkan bahwa sejak 2018 hingga 2025, pihaknya telah mencatat sekitar 200 titik tambang ilegal tersebar di Kalimantan Timur, dengan dominasi di wilayah Kutai Kartanegara.
"Kenapa baru Mabes Polri yang bergerak? Di mana Polres Kukar dan Polda Kaltim selama ini?" kritik Windy, mempertanyakan peran aparat lokal.
1. Laporan JATAM tak digubris

Menurutnya, tambang ilegal biasanya muncul di bekas wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah dicabut. Area tersebut lalu dikuasai penambang ilegal yang tetap beroperasi dengan kelengkapan alat berat, dokumen teknis, hingga peta deposit batubara.
“Ini bukan tambang sembarangan. Mereka punya data teknis, jaringan kuat, dan sistem pengamanan sendiri. Warga biasa pun bisa mengenali aktivitas ini dari jenis truk hingga pola operasinya,” tegasnya.
Jatam mengaku sudah beberapa kali melaporkan titik-titik serupa, termasuk di Kutai Kartanegara, Samboja, hingga kawasan Taman Hutan Raya (Tahura). Namun, tak satu pun laporan berbuah penyidikan tuntas atau Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
“Laporan sudah masuk bertahun-tahun, tapi hasilnya nihil. Apakah ini dibiarkan sengaja selama hampir 10 tahun?” ujar Windy.
2. Tak pernah sentuh otak kejahatan tambang ilegal

Windy juga menyoroti bahwa penindakan hukum sejauh ini hanya menyentuh operator di lapangan, bukan aktor intelektual, pemodal, maupun pihak yang terlibat dalam rantai legalitas tambang ilegal.
“Kerusakan lingkungan, lubang tambang, hingga potensi korban jiwa tak pernah dianggap serius. Kerugian Rp5,7 triliun itu mungkin belum seberapa dibanding praktik yang masih terus berjalan di titik lain,” tambahnya.
Jatam mendesak agar penegakan hukum menyasar perusahaan yang menyewakan dokumen jual beli batubara ilegal, penyusun verifikasi laporan palsu, dan jalur distribusi gelap. Windy juga mendorong pengetatan pengawasan di pelabuhan umum yang kerap dipakai menyelundupkan batubara tanpa izin.
3. Polda Kaltim klaim sudah tindak 8 tambang ilegal

Kapolda Kalimantan Timur Irjen Endar Priantoro menegaskan komitmennya dalam memberantas tambang ilegal. Sejak April hingga Juli 2025, pihaknya mengaku telah mengungkap delapan kasus tambang ilegal. "Dari delapan kasus itu, satu tambang emas ilegal ditemukan di Kutai Barat dan tujuh tambang batubara lainnya di Kukar dan Samarinda," ungkap Endar.
Salah satu kasus mencuat terjadi di kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Lempake atau Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman, Samarinda. Seorang pemodal berinisial R ditangkap pada 4 Juli dan kini ditahan di Rutan Polda Kaltim. Belakangan, Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan juga menetapkan dua orang tersangka, masing-masing D dan E dalam kasus tambang ilegal KHDTK Lempake.
Wadirreskrimsus Polda Kaltim, AKBP Meilki Bharata, menyatakan penyidikan masih berjalan dan terbuka kemungkinan melibatkan pelaku lain, termasuk dari kalangan korporasi.