Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Karhutla di Kalbar Mengancam Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq. (IDN Times/Teri).

Pontianak, IDN Times - Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Kalimantan Barat (Kalbar) masih menjadi bencana langganan yang kerap kali muncul setiap musimnya. Hal ini terjadi karena tanah gambut yang mudah terbakar.

Ini mengancam ketahanan pangan dan energi nasional. Untuk itu, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa jika tidak ditangani serius sejak dini, kebakaran lahan berpotensi menggagalkan program strategis nasional.

Dalam konsolidasi kesiapsiagaan kebakaran lahan yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan pemangku kepentingan daerah, Menteri Hanif menyampaikan bahwa Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi paling rawan.

1. Di Kalbar ada 198 titik panas

Pemberian cenderamata kepada Menteri Lingkungan Hidup di Pontianak. (IDN Times/Teri).

Dalam kunjungan kerjanya ke Pontianak, Kalbar. Hanif mengatakan, dari data per 16 Mei 2025, tercatat ada sebanyak 198 titik panas (hotspot), meskipun turun 62 persen dibanding tahun sebelumnya.

“Kita tidak bisa menunggu api datang baru bertindak. Ketahanan pangan dan energi kita sangat tergantung pada kestabilan lahan produktif,” ungkap Hanif, Sabtu (17/5/2025).

2. Titik api jadi ancaman pasokan pangan

Konsolidasi kesiapsiagaan personil dan peralatan pengendalian karhutla di Kalbar. (IDN Times/Teri).

Lahan-lahan produktif kini berada dalam tekanan. Setiap hektare lahan yang terbakar bisa berarti ancaman terhadap pasokan pangan dan sumber daya bioenergi.

Sejak Januari hingga Mei 2025, kata Hanif, sudah ada 167 kasus kebakaran di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan Barat. Musim kemarau yang diprediksi BMKG mulai terjadi pada Juni, menjadi peringatan keras untuk semua pihak.

Fakta mencengangkan, dalam rentang 2015 hingga 2024, tercatat 79 areal Hak Guna Usaha (HGU) pernah terbakar, dengan total luas lahan terdampak mencapai 42.476 hektare. Bahkan sebagian besar mengalami kebakaran berulang.

“Ini bukan hanya soal kelalaian teknis. Ini soal tanggung jawab kolektif menjaga masa depan bangsa,” papar Hanif.

3. Menteri LH minta perkuat sistem tanggap darurat

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif dalam kunjungan kerja ke Pontianak. (IDN Times/Teri).

Saat ini, pemerintah meminta semua pemangku kepentingan, mulai dari kepala daerah, perusahaan, hingga masyaraka untuk menyusun rencana aksi antisipatif. Posko siaga terpadu, sistem pelaporan cepat, dan ketersediaan alat pemadam harus dipastikan aktif sebelum kemarau datang.

Perusahaan, khususnya yang bergerak di bidang perkebunan, diminta memperkuat sistem tanggap darurat internal, termasuk membentuk regu pemadam, menyediakan alat lengkap, serta memiliki peta kerawanan dan SOP mitigasi yang jelas. Kementerian akan melakukan pengawasan ketat, termasuk penindakan terhadap pelaku pembakaran ilegal.

Sementara itu, dengan 78 perusahaan anggotanya di Kalimantan Barat, GAPKI memegang peran penting dalam pengendalian kebakaran lahan. Dukungan GAPKI dalam penyediaan peralatan, pelatihan internal, dan edukasi pekerja sangat dibutuhkan untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan di lapangan.

“GAPKI harus menjadi pelopor kepatuhan dan penegakan standar lingkungan. Lebih dari sekadar instruksi teknis, pencegahan kebakaran lahan adalah tanggung jawab moral untuk memastikan generasi mendatang tetap memiliki sumber pangan, air, dan udara yang layak,” jelas Hanif.

Pemerintah mengingatkan bahwa gotong royong seluruh elemen bangsa adalah kunci menjaga bumi dari bencana tahunan yang bisa dicegah.

“Ketahanan pangan dan energi dimulai dari kesadaran menjaga lahan tetap aman. Kita harus bergerak bersama, sebelum api bergerak lebih dulu,” tukasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us