Nasib Veteran Perang yang Perjuangannya Terlupakan di Usia Senja

Balikpapan, IDN Times - Di sebuah rumah sederhana di Kelurahan Teritip, Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim), seorang pria lanjut usia dengan tubuh kurus dan sedikit bongkok, Aki Asiman Basuki (100), menyambut kedatangan IDN Times, Jumat, 16 Agustus 2024.
Ia sosok pejuang di Bumi Etam yang turut berjasa memperjuangkan kemerdekaan di Indonesia.
Meski pandangannya sudah rabun dan memerlukan bantuan untuk mengenali sosok di depannya, Asiman masih memiliki semangat bercerita yang luar biasa. “Maaf, mata saya sudah tidak bisa melihat dengan normal, setelah operasi katarak memang begini,” ucapnya sambil perlahan duduk di ruang tamu yang hanya beralaskan karpet plastik sederhana. Matanya yang berkabut, tersembunyi di balik kacamata yang sudah tak lagi memadai di usia senjanya.
Dalam semangat perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-79, kolaborasi Hyperlokal IDN Times berkesempatan menggali lebih dalam kehidupan veteran seperti Asiman. Seorang pria tua yang kini lebih dikenal sebagai penjual mainan anak-anak dan cenderamata dari kulit kerang, meskipun dahulunya ia bukanlah orang sembarangan.
1. Perjuangan melawan pasukan Belanda di pendudukan Kaltim

Pada masa mudanya, Asiman Basuki bukanlah orang biasa. Pria kelahiran Banten pada 3 Agustus 1924 ini sempat menjalani pendidikan militer di bawah pendudukan Jepang, hingga akhirnya pasukan Sekutu menyerbu Balikpapan.
Saat itu, pasukan Jepang mengalami kekalahan besar, dan banyak dari mereka ditangkap atau dibunuh oleh pasukan Sekutu. Asiman, bersama empat temannya, terpaksa melarikan diri dan bersembunyi di lebatnya hutan Samboja, Kutai Kartanegara.
"Waktu itu, saya bergabung dengan tentara Jepang. Namun, ketika Sekutu datang, Jepang pun terdesak dan mundur," kenang Asiman yang masih mampu menceritakan masa lalunya dengan jelas.
Berbekal pengetahuan militernya dari Jepang, Asiman yang saat itu baru berusia 18 tahun, bergabung dengan para pejuang di Balikpapan untuk melawan penjajahan Belanda.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Asiman turut serta dalam upaya merebut Balikpapan dari tangan penjajah. Meskipun kota Balikpapan berhasil dikuasai, wilayah Teritip tempat tinggal Asiman masih berada di bawah kendali tentara Belanda. Ia pun melanjutkan perjuangannya dengan melakukan perlawanan secara gerilya.
"Kami bergerak menuju Gunung Binjai bersama sekitar 100 orang. Di sana, kami menempati pos dan membuat jebakan di dekat lubang buaya (lubang galian). Kami memancing tentara Belanda untuk masuk ke dalam hutan, berpura-pura memberitahu mereka bahwa ada komunis di sana," ungkap Asiman.
Rencana mereka berhasil. Tentara Belanda yang terjebak di dalam hutan kemudian ditangkap, dibawa ke dekat lubang buaya, ditembak, dan dimasukkan ke dalam lubang tersebut. "Total ada tiga truk tentara Belanda yang berhasil kami lumpuhkan dan dimasukkan ke dalam lubang itu," jelas Asiman.
Selama masa gerilya, Asiman juga berhasil merebut senjata api jenis Bren atau ZB vz 26 buatan Cekoslowakia dan sebuah pistol FN milik tentara Belanda. Kedua senjata ini telah diserahkan kepada Kodam Mulawarman pada tahun 2019.
2. Asiman, veteran pejuang yang terlupakan

Kisah heroik Asiman di masa perjuangan kemerdekaan ternyata tidak seindah kehidupan setelah Indonesia merdeka. Meskipun pernah dilantik menjadi prajurit TNI oleh Presiden Soekarno di Semarang, Jawa Tengah, Asiman mengungkapkan bahwa ia tidak pernah menerima gaji sebagai abdi negara, bahkan tidak mendapatkan hak pensiun sebagai veteran.
Hak-hak sebagai veteran yang seharusnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2016 tentang Veteran Republik Indonesia, tidak pernah dirasakannya. "Tidak pernah sama sekali, termasuk juga tidak ada pensiun," ujar Asiman dengan nada datar.
Selain itu, Asiman juga tidak memiliki akses layanan kesehatan melalui BPJS Kesehatan. Dalam pergaulan dengan Legiun Veteran Republik Indonesia, Asiman mengaku tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah daerah, meskipun masyarakat Kelurahan Teritip, Balikpapan Timur, sudah mengetahui kiprah perjuangannya.
Ironisnya, di saat yang sama, Pemprov Kaltim justru menggelar prosesi ramah tamah dengan ratusan veteran di Hotel Fugo Samarinda, bertepatan dengan perayaan HUT RI ke-79. Kepala Dinas Sosial Balikpapan, Edy Gunawan, menyebutkan bahwa dalam acara tersebut, para veteran menerima tanda mata dan santunan dari pemerintah daerah.
Namun, Asiman tidak tahu-menahu tentang acara itu. "Saya tidak tahu, tidak pernah diundang dalam acara-acara legiun veteran," ungkapnya sambil mengakui bahwa surat-suratnya sebagai mantan personel TNI sudah hilang sejak lama.
Kini, Asiman memilih untuk melanjutkan hidupnya dengan sederhana, berjualan mainan anak dan cenderamata dari kulit kerang. Hasilnya memang tidak seberapa, tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan bersama istrinya dan anak bungsunya yang mengalami disabilitas netra. Anak-anaknya yang lain juga secara bergantian membantu perekonomian kedua orang tua mereka yang sudah lanjut usia ini.
"Saya hanya berjualan mainan dan cenderamata dari kulit kerang, hasilnya memang tidak seberapa. Sisanya, masih dibantu oleh anak-anak yang lain," tuturnya.
3. Pemerintah Kota Balikpapan terbentur anggaran untuk veteran

Pemerintah Kota Balikpapan mengakui bahwa mereka tidak dapat mengalokasikan anggaran secara leluasa bagi kaum veteran karena terbentur dengan dana pensiun yang diberikan oleh negara. Pada tahun ini, pemerintah daerah hanya mampu mengalokasikan anggaran sebesar Rp200 juta untuk kebutuhan para veteran.
"Anggaran ini diperuntukkan bagi kegiatan sosial dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) di Balikpapan, tetapi jumlahnya memang tidak besar," kata Kepala Dinas Sosial Balikpapan, Edy Gunawan.
Menurut Gunawan, salah satu kendala yang dihadapi pemerintah daerah adalah tidak adanya data konkret mengenai jumlah veteran perang yang masih tinggal di Balikpapan. Akibatnya, alokasi anggaran disesuaikan dengan besaran anggaran tahun-tahun sebelumnya, tanpa adanya penyesuaian yang signifikan.
"Tahun lalu anggarannya juga Rp200 juta, hampir sama setiap tahunnya," ujarnya. Namun, ia tidak menyebutkan secara pasti berapa jumlah veteran yang masih hidup di Balikpapan. "Kira-kira ada seratus orang veteran," tambahnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Balikpapan secara rutin memberikan santunan kepada para veteran, termasuk janda-janda mereka. Namun, kebijakan ini dihapus setelah pengalokasian anggaran untuk veteran dianggap dobel dengan dana yang sudah disalurkan oleh pemerintah pusat dan provinsi.
4. Veteran lansia berumur 105 terpaksa harus berharap bansos

Nasib serupa dialami oleh Hamzah Karim (105), seorang pejuang veteran di Desa Punti, Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Di usianya yang sudah sangat lanjut, Hamzah hidup sederhana bersama cucunya di sebuah rumah kecil berukuran 4x7 meter dengan dinding dari anyaman bambu.
Sambil menunjukkan sisa-sisa seragam perjuangannya, Hamzah mengungkapkan betapa beratnya perjalanan hidup yang ia jalani selama ini. Kesehatannya yang semakin menurun, pendengarannya yang berkurang, serta kondisi kedua kakinya yang tidak lagi sekuat dulu menjadi beban tersendiri di masa tuanya.
Di tengah keterbatasannya, kakek dari empat anak ini tidak menerima bantuan sosial (bansos) rutin dari pemerintah. Bantuan yang datang hanya pada momen-momen tertentu seperti HUT Kemerdekaan RI atau hari besar lainnya, berupa beras, gula, dan kopi.
Bantuan rutin seperti Program Keluarga Harapan (PKH), non-PKH, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak pernah ia dapatkan. "Tidak ada bantuan rutin. Dulu hanya dapat beras, gula, dan kopi saat hari-hari besar. Tahun ini sama sekali tidak ada. Saya tidak tahu apakah nanti akan ada," kata Hamzah.
Hamzah mengenang dirinya sebagai salah satu pejuang yang turut berkorban demi kemerdekaan Indonesia. Namun, kini ia merasa seolah dilupakan. Untuk bertahan hidup, Hamzah hanya mengandalkan tunjangan veteran sebesar Rp2,6 juta per bulan dari pemerintah. Sesekali, ia juga menerima bantuan dari anak-anaknya dan tetangga sekitar.
"Saya hanya mengandalkan tunjangan itu untuk hidup, sambil dibantu oleh anak-anak, keluarga, dan tetangga," ujarnya.
Sarafiah, anak Hamzah, menambahkan bahwa di Desa Punti sebelumnya terdapat tiga orang pejuang veteran, namun dua di antaranya telah meninggal dunia. Kini, hanya ayahnya yang masih hidup. "Dulu ada tiga orang di Desa Punti. Sekarang tinggal ayah saya yang masih hidup," tutur Sarafiah.
Sarafiah juga mengungkapkan bahwa ayahnya jarang menerima bansos seperti warga miskin lainnya. Keluhan ini sering ia sampaikan kepada pemerintah desa (Pemdes) Punti, tetapi hingga kini tidak ada perubahan. Pemdes beralasan bahwa Hamzah tidak diakomodasi sebagai penerima bansos karena ia masih menerima tunjangan veteran, meskipun sebenarnya ia tergolong sebagai warga miskin.
"Alasannya selalu sama, karena ada tunjangan veteran. Meskipun begitu, seharusnya Pemdes tetap memperhatikan, apalagi ayah saya bukan orang yang berada," jelasnya.
5. Veteran dan akses layanan kesehatan

Masalah utama yang dihadapi para veteran saat ini adalah akses layanan kesehatan yang lebih memadai. Humas Legiun Veteran RI, Toto Djunaedi (80), menjelaskan bahwa dengan usia yang semakin bertambah, para veteran membutuhkan berbagai dukungan dari pemerintah, termasuk akses kesehatan yang layak.
"Kami ini sudah tidak muda lagi, kondisi tubuh tidak lagi sekuat dulu. Diperlukan terapi khusus agar tetap sehat dan bisa beraktivitas," ungkap Toto kepada IDN Times.
Saat ini, akses kesehatan memang lebih mudah karena banyaknya rumah sakit dan klinik yang tersedia, ditambah lagi dengan adanya kartu Askes dan BPJS yang memungkinkan para veteran untuk mendapatkan perawatan di berbagai fasilitas kesehatan. Namun, menurut Toto, yang pernah bertugas di Timor Timur, idealnya ada klinik khusus bagi veteran di berbagai daerah, termasuk di Kota Bandung.
"Kebutuhan kesehatan kami berbeda dengan lansia pada umumnya. Dulu mungkin ada klinik atau rumah sakit khusus, tapi sekarang semuanya sudah umum. Memang masih ada pelayanan khusus bagi veteran di RS Dustira atau RS Salamun, tapi jaraknya cukup jauh," jelasnya.
Toto juga menyoroti bahwa akses kesehatan yang memadai lebih banyak tersedia di perkotaan. Peralatan medis yang lengkap memudahkan para veteran mendapatkan perawatan. Namun, kondisi ini menjadi tantangan bagi veteran yang tinggal di daerah terpencil karena sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan yang memadai.
"Misalnya untuk menjalani fisioterapi, dengan umur yang sudah tidak muda, akan sulit bagi veteran bepergian ke klinik atau rumah sakit yang jauh. Padahal, banyak dari kami yang masih bisa beraktivitas meski ada keterbatasan fisik," tambahnya.
Toto berharap di masa mendatang akan ada lebih banyak klinik khusus bagi para veteran. "Mudah-mudahan ke depannya ada rezeki untuk membangun klinik khusus veteran," harapnya.
6. Tantangan ketersediaan akses kesehatan bagi veteran di Sulawesi Selatan

Masalah fasilitas dan akses layanan kesehatan menjadi perhatian utama bagi para veteran di Sulawesi Selatan. Wakil Ketua DPD LVRI Sulawesi Selatan, Andi Makkaraja, mengungkapkan bahwa saat ini para veteran hanya bisa mengandalkan perlindungan dari layanan BPJS Kesehatan.
"Saat ini, khusus untuk veteran, kami masih menggunakan BPJS Kesehatan," katanya.
Mantan pejuang pertempuran di Timor Timur ini menyatakan, alokasi anggaran dari pemerintah untuk para veteran belum memadai. Tidak hanya sulit mendapatkan fasilitas dan akses kesehatan khusus, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar pun masih menjadi tantangan. Akibatnya, banyak veteran yang harus bergantung pada tunjangan, terutama mereka yang masih berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari di usia senja.
"Saya berharap ke depannya pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, lebih memperhatikan para veteran. Banyak dari kami yang sudah berusia di atas 90 tahun," ujar Makkaraja.
Makkaraja mencatat bahwa saat ini lebih dari 7.000 veteran tergabung dalam LVRI Sulsel. Jika dihitung bersama keluarganya, jumlah tersebut membengkak menjadi lebih dari 10.000 orang. Sayangnya, tidak semua dari mereka hidup dalam kesejahteraan.
"Perkembangan anggota veteran itu sendiri menunjukkan banyak yang sudah tua dan hanya bisa tinggal di rumah. Harapan kami adalah agar pemerintah lebih memperhatikan mereka ke depannya," tambahnya.
Namun, menurut Makkaraja, perhatian pemerintah sudah lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perhatian tersebut bukan hanya soal materi, tetapi bagaimana pemerintah mengingat dan menghargai jasa para veteran. Meskipun ia enggan menjelaskan secara rinci bentuk perhatian yang diberikan, ia berharap perhatian ini akan terus meningkat di masa mendatang.
Pemprov Sulsel menyatakan bahwa program tali asih bagi veteran dilaksanakan sesuai kemampuan masing-masing daerah. Program ini rutin dilaksanakan setiap bulan Agustus menjelang peringatan HUT RI.
Terkait bantuan tali asih, biasanya Pemprov menyesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Sementara itu, program untuk keluarga pahlawan telah direncanakan akan dilaksanakan pada akhir tahun 2023.
7. Persoalan administrasi menjadi kendala veteran

Masalah veteran sering kali menjadi isu di berbagai wilayah Indonesia, terutama terkait minimnya bukti administrasi yang bisa mendukung klaim perjuangan mereka selama melawan penjajahan Jepang dan Belanda.
Komando Daerah Militer (Kodam) VI Mulawarman mengimbau para calon veteran untuk mengurus kejelasan status mereka melalui kantor Minvetcad yang ada di wilayah masing-masing. Para calon veteran untuk menjadi Veteran setidaknya mereka harus mampu menunjukkan dokumen-dokumen yang menjadi bukti perjuangan mereka, seperti surat tugas atau dokumen penugasan lainnya.
"Setidaknya mereka harus bisa melengkapi persyaratan yang telah ditentukan dari Kementerian Pertahanan. Jika tidak, akan sulit bagi kami untuk mengakomodasi," ujar Kepala Penerangan Kodam Mulawarman, Kolonel Kav Kristiyanto, kepada IDN Times.
Dengan adanya dokumen tersebut, lanjut Kristiyanto, pihak Kodam akan melakukan pengecekan kesesuaian data veteran.
Badan Pembinaan Administrasi Veteran dan Cadangan Kodam akan memverifikasi dokumen yang diserahkan oleh veteran, sebelum dilaporkan secara berjenjang ke Kementerian Pertahanan atau Mabes TNI AD. Setelah melengkapi persyaratan administrasi dan verifikasi secara berjenjang, barulah veteran tersebut akan menerima dana pensiun yang besarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2016 tentang Veteran Republik Indonesia.
"Secara aturan, harus ada dokumen yang lengkap. Jika tidak, tentu saja semua orang bisa mengklaim dirinya sebagai veteran," jelas Kristiyanto.
8. Prabowo Subianto sempat berjanji usulkan peningkatan kesejahteraan bagi veteran
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dalam satu kesempatan menyatakan, bahwa ia akan segera mengusulkan peningkatan kesejahteraan bagi para veteran dalam rangka memperbaiki kondisi hidup mereka.
"Saya akan mengusulkan kepada Presiden untuk memperbaiki kondisi para veteran di seluruh Indonesia. Kami akan mempertimbangkan langkah-langkah yang diperlukan agar LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) mendapatkan tempat yang layak," ujarnya dalam peringatan Hari Veteran Nasional di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, sebagaimana diberitakan oleh Antara setahun yang lalu.
Prabowo menegaskan bahwa jasa para veteran, terutama generasi 1945 dan tokoh-tokoh seperti Brigjen TNI Slamet Riyadi, sangat luar biasa dan tetap relevan bagi bangsa hingga kini. Ia menyatakan bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan veteran dilakukan demi menjadikan Indonesia lebih terhormat, makmur, dan sejahtera.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua I LVRI, Letjen TNI (Purn) Muzani Syukur, mengungkapkan bahwa kesejahteraan para veteran saat ini masih jauh dari memadai. Para veteran hanya menerima pensiun dan tunjangan veteran (tuvet) sebesar 50 persen.
"Tuvet yang diterima sebesar Rp875.000 dan dana kehormatan sebesar Rp938.000, dengan total Rp1.813.000. Jumlah ini masih jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR), sehingga banyak veteran yang hidup dalam kondisi kekurangan," jelas Muzani.
Ia juga menyoroti bahwa banyak veteran yang masih menempati rumah tidak layak huni. "Kami berharap pemerintah, melalui Kementerian PUPR dan BUMN, dapat melakukan renovasi rumah-rumah veteran yang tidak layak huni. Selain itu, jika kondisi keuangan negara memungkinkan, kami juga berharap agar besaran tuvet dan dana kehormatan dapat ditingkatkan mendekati UMR," tambah Muzani Syukur.
Artikel kolaborasi hyperlokal PIC Kaltim kontribusi: Hamdani (Banjarmasin), Tri Purnawati (Pontianak), Debbie sutrisno (Bandung), Juliadin JD (Bima), Silviana (Bandar Lampung), Ayu Afria Ulita Ermalia (Denpasar), Larasati Rey (Solo), Ashrawi Muin (Makassar), dan Indah Permata Sari (Medan).