Orangutan Masuk Kebun Warga di Ketapang, Dipindahkan ke Hutan Lindung

Pontianak, IDN Times - Orangutan jantan dewasa yang beberapa kali masuk ke perkebunan warga di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) akhirnya dipindahkan ke Hutan Lindung Gunung Tarak.
Translokasi ini dilakukan oleh tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan, dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), menyusul laporan masyarakat soal keberadaan orangutan yang memakan buah-buahan seperti jambu, kelapa, dan nanas di sekitar kebun mereka.
“Awalnya kami kira monyet biasa. Tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata orangutan. Kami takut, tapi juga kasihan. Mungkin dia tersesat atau habitatnya terganggu,” ucap salah satu warga.
1. Orangutan muncul di dekat jalan raya

Lokasi kemunculan orangutan berada dekat dengan jalan raya utama yang menghubungkan Ketapang dan Pontianak. Kondisi ini menimbulkan risiko tinggi, baik bagi manusia maupun satwa.
Hasil pemantauan tim YIARI menunjukkan, kawasan tersebut telah mengalami kerusakan habitat cukup parah akibat konversi hutan menjadi kebun sawit dan perambahan liar. Tidak ada lagi kawasan hutan yang cukup luas dan layak untuk menjadi tempat hidup orangutan.
Konflik satwa serupa juga pernah terjadi sebelumnya. Tahun lalu, seekor induk orangutan ditemukan mati di kawasan Riam Berasap, dengan luka parah akibat benda tajam. Setahun sebelumnya, di Desa Sungai Pelang, seekor orangutan yang terdesak sempat menyerang warga hingga menyebabkan luka serius.
2. Tim lakukan evakuasi

Mengetahui hal tersebut, tim gabungan bergerak sejak dini hari dan tiba di lokasi sekitar pukul 04.30 WIB. Tim YIARI menggunakan senjata bius sesuai prosedur resmi untuk mengevakuasi satwa dengan aman. Setelah terbius, orangutan dievakuasi dan diperiksa oleh tim medis.
Dari hasil pemeriksaan, orangutan dengan berat sekitar 60–65 kilogram ini memiliki luka lama di punggung tangan kiri yang sudah membentuk jaringan ikat namun masih mengeluarkan sedikit darah dan nanah.
Giginya juga menunjukkan beberapa kerusakan yang diduga akibat usia tua. Meski demikian, kondisinya dinyatakan cukup sehat untuk dilepasliarkan.
3. Dilakukan lepasliar di Gunung Tarak

Usai pemeriksaan, tim langsung membawa orangutan tersebut ke kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak, yang telah disurvei sebelumnya dan dinyatakan layak sebagai habitat baru. Setelah menempuh perjalanan sekitar tujuh jam, orangutan dilepaskan ke dalam hutan dengan bantuan masyarakat setempat.
Saat dilepas, orangutan langsung menunjukkan perilaku liar dan menjauh dari manusia indikasi kesiapan untuk kembali hidup di alam bebas.
Hutan Lindung Gunung Tarak dipilih karena memiliki kondisi ekologi yang mendukung serta populasi orangutan yang masih rendah, sehingga tidak memicu kompetisi. Kawasan ini juga terkoneksi dengan Taman Nasional Gunung Palung dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk pohon-pohon pakan alami.
4. Tim akan terus lakukan pemantauan berkala

Di kawasan ini terdapat stasiun monitoring untuk memantau perilaku orangutan dan menjaga kelestarian hutan. Tim YIARI bersama KPH Ketapang Selatan akan terus melakukan pemantauan secara berkala.
Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyebut pelepasliaran ini sebagai bentuk nyata kolaborasi dalam konservasi.
“Kami mengapresiasi peran aktif masyarakat. Ini langkah kecil dengan dampak besar bagi pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati Indonesia,” ujarnya, Senin (12/5/2025).
Kepala KPH Ketapang Selatan, Kuswadi, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak atas kerja sama ini, sekaligus mengajak masyarakat sekitar untuk terus menjaga kelestarian Hutan Lindung Gunung Tarak yang luasnya mencapai 21.000 hektar.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menegaskan bahwa translokasi ini merupakan komitmen pihaknya dalam merespons potensi konflik manusia-satwa.
“Upaya ini bagian dari pelestarian keanekaragaman hayati Kalimantan Barat. Mari jaga habitat alami agar satwa tidak kehilangan tempat hidupnya,” tukasnya.