Pemerintah Didesak Perbaiki Formula Hitung Kapitasi Puskesmas

Balikpapan, IDN Times – Untuk pertama kalinya sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bergulir, tarif kapitasi Puskesmas resmi naik. Kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2023 yang mengatur standar tarif pelayanan kesehatan yang dibayar oleh BPJS Kesehatan. Dalam aturan tersebut, tarif kapitasi maksimal yang diterima puskesmas mencapai Rp7000.
“Ini baru pertama kali dalam sejarah per-BPJS-an Indonesia, kapitasi Puskesmas naik. Belum dua tahun berjalan, tapi ini langkah awal yang patut diapresiasi,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, dalam diskusi Semiloka Nasional V Apkesmi di Balikpapan, Kamis (24/7/2025).
Ghufron menjelaskan bahwa kenaikan tarif ini ditujukan untuk memperkuat fungsi Puskesmas, terutama dalam mendanai jasa pelayanan. Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan ini merupakan kelanjutan dari Perpres yang pernah ia dorong saat menjabat Wakil Menteri Kesehatan, yang mengatur bahwa 60 persen dana kapitasi bisa digunakan untuk jasa pelayanan tenaga kesehatan. “Kita ingin teman-teman di Puskesmas bekerja dengan baik tanpa harus mikir kekurangan dana,” ujarnya.
1. Ketimpangan kapitasi masih terjadi

Meski menyambut baik kenaikan kapitasi, Ketua Umum DPP Akselerasi Puskesmas Indonesia (Apkesmi), Kusnadi, SKM., M.Kes, menilai kebijakan tersebut belum cukup menjawab ketimpangan distribusi dana antardaerah. Di kota besar seperti Jakarta, satu Puskesmas bisa memiliki lebih dari 400 ribu peserta BPJS. Namun di daerah pelosok, jumlahnya bisa kurang dari 3.000 peserta.
“Puskesmas di Cengkareng bisa menerima dana kapitasi mencapai Rp3 miliar lebih, sedangkan ada puskesmas di pelosok yang hanya menerima sekitar Rp14 juta. Jangankan jasa pelayanan, untuk operasional saja susah,” ujar Kusnadi.
Apkesmi pun mendesak agar BPJS Kesehatan dan pemerintah mengkaji ulang formula kapitasi. Mereka mengusulkan skema diferensiasi, di mana daerah terpencil bisa menerima dana kapitasi lebih besar untuk mendukung pelayanan kesehatan yang setara.
2. SDM dan infrastruktur masih minim

Selain soal anggaran, Apkesmi juga menyoroti masih kurangnya tenaga kesehatan di berbagai lini. Dokter gigi, tenaga laboratorium, hingga ahli gizi menjadi profesi yang paling langka di banyak Puskesmas.
“Permintaan sudah kami sampaikan ke Kemenkes, tapi perlu data lengkap. Kalau hanya bilang kurang, tanpa data, akan sulit ditindaklanjuti,” ucapnya.
Sinergi antara Puskesmas dan rumah sakit rujukan juga menjadi perhatian. Apkesmi menilai sistem rujukan perlu disempurnakan agar pasien tidak terhambat saat membutuhkan layanan lanjutan.
“Puskesmas adalah layanan kesehatan first aid. Kalau tidak bisa ditangani, harus cepat dirujuk,” kata Kusnadi.
3. Balikpapan dorong penambahan CPNS kesehatan

Dalam forum yang sama, Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menyampaikan usulan agar pemerintah pusat membuka kembali formasi CPNS khusus tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis.
“Fasilitas kesehatan sudah tersebar hingga tingkat RT, tapi pelayanan belum optimal karena kekurangan tenaga medis,” ujar Bagus.
Menurutnya, kondisi serupa juga terjadi di pedalaman Kalimantan Timur. Pemkot Balikpapan telah menyiapkan alkes normatif untuk Puskesmas, namun alkes berteknologi tinggi tetap akan difokuskan ke rumah sakit daerah.
Bagus juga mengapresiasi pelaksanaan Semiloka Apkesmi di Balikpapan yang dihadiri hampir 600 peserta dari seluruh Indonesia. Ia berharap kegiatan ini membawa rekomendasi konkret untuk memperkuat sistem layanan primer di Tanah Air.