Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pengembalian Jurusan SMA, Akademisi Kalsel: Ketidakpastian Kurikulum

Ilustrasi anak sma jurusan IPA dan IPS.

Banjarmasin, IDN Times - Rencana pemerintah untuk mengembalikan sistem jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang SMA memicu beragam tanggapan di Kalimantan Selatan (Kalsel). Kebijakan ini menjadi sorotan karena sebelumnya, sistem jurusan tersebut telah dihapus melalui Kurikulum Merdeka yang diterapkan dua tahun lalu.

Ketidakpastian arah kebijakan pendidikan ini dinilai sejumlah akademisi dan pengamat sebagai cermin inkonsistensi pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan.

1. Penyesuaian Kurikulum dengan zaman

Dr Jarkawi, akademisi Unukasi Kalsel.

Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalsel, DR Jarkawi menilai bahwa perubahan kurikulum seharusnya tidak semata dilihat sebagai kemajuan atau kemunduran, melainkan sebagai upaya penyesuaian dengan perkembangan zaman, terutama di era digital saat ini.

“Apakah kurikulum dikembalikan atau tidak, saya kira itu strategi pemerintah dalam menyesuaikan pendidikan dengan kebutuhan zaman. Yang terpenting adalah nilai etika, moral, dan agama tetap menjadi fondasi utama dalam proses pendidikan,” ujarnya kepada IDN Times, Jumat (19/4/2025).

Jarkawi juga memahami bahwa perubahan kebijakan yang terkesan tidak konsisten sebenarnya wajar, selama bertujuan menyusun sistem pendidikan yang adaptif tanpa mengabaikan norma dan budaya.

2. Perlu waktu jika ingin melihat keberhasilan kurikulum

Totok Agus Daryanto

Sementara itu, pengamat pendidikan Kalsel, Totok Agus Daryanto menegaskan bahwa kurikulum adalah metode yang memerlukan proses jangka panjang untuk bisa dievaluasi. Menurutnya, hasil dari sebuah kurikulum tidak bisa diukur dalam waktu singkat.

“Keberhasilan kurikulum itu butuh proses minimal 10 sampai 20 tahun. Kalau perubahan terlalu cepat, guru jadi bingung, belum sempat menggarap inovasi dari kurikulum yang ada, sudah muncul kebijakan baru lagi. Ini tentu menghambat proses belajar dan membuang waktu,” kata Totok, yang juga mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin.

3. Perlu keseimbangan pendidikan umum dan moralitas

Pelajar di Banjarmasin mengikuti upacara di halaman Pemko Banjarmasin.

Meski begitu, Totok menilai perbedaan antar kurikulum biasanya tidak terlalu jauh, hanya terletak pada istilah, penamaan, dan indikator yang digunakan. Namun, perubahan tersebut tetap menuntut guru untuk kembali menyesuaikan strategi pengajaran.

“Apapun bentuk kurikulumnya, yang paling penting jangan sampai mengabaikan nilai-nilai etika, adab, agama, dan budaya. Pendidikan umum dan pendidikan karakter harus berjalan beriringan agar hasilnya seimbang,” tegasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hamdani
SG Wibisono
Hamdani
EditorHamdani
Follow Us