Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Santriwati di Kubu Raya Dirotan 125 Kali, Guru Ponpes Resmi Disidang

Ilustrasi kekerasan pada perempuan dan anak. (IDN Times/Nathan Manaloe)

Pontianak, IDN Times - Seorang santriwati berinisial DA (17) di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menjadi korban kekerasan yang diduga dilakukan oleh tenaga pengajar di salah satu pondok pesantren.

Kasus ini kini telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Mempawah.

1. Proses penanganan kasus ini

Ilustrasi kekerasan pada anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Kubu Raya, IPTU Hafiz Febrandani, melalui Kasubsi Penmas, Aiptu Ade, mengonfirmasi bahwa berkas perkara, tersangka, dan barang bukti telah diserahkan ke kejaksaan.

"Berkas perkara kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur telah dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Mempawah, termasuk tersangka berinisial SF (33) serta barang bukti," ujar Ade, Kamis (13/2/2025).

2. Dipukul 125 kali dengan rotan sepanjang 1,5 meter

Ilustrasi TPPO. (IDN Times/Mardya Shakti)

Kasus ini bermula pada Jumat, 30 Agustus 2024. Namun, pihak keluarga korban baru melaporkan kejadian tersebut ke polisi pada 17 September 2024. Setelah penyelidikan, berkas perkara dinyatakan lengkap, dan tersangka resmi menjalani proses hukum lebih lanjut.

Ade mengungkapkan bahwa SF diduga memukul korban menggunakan rotan sepanjang 1,5 meter sebanyak 125 kali di bagian punggung, tangan, dan paha. Kekerasan itu terjadi di dalam kamar tersangka.

"Korban diduga dihukum karena dianggap melanggar aturan pesantren. Namun, tindakan ini jelas melanggar hukum dan mendapat kecaman dari pihak keluarga," tegas Ade.

3. Proses pendampingan korban

Ilustrasi Perlindungan Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Untuk memastikan perlindungan bagi korban, Polres Kubu Raya berkoordinasi dengan Dinas Sosial serta Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Kubu Raya. Langkah ini diambil untuk memberikan pendampingan psikologis dan memastikan hak-hak korban tetap terpenuhi.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat menjadi peringatan bagi lembaga pendidikan agar tidak menggunakan kekerasan dalam mendidik siswa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
SG Wibisono
EditorSG Wibisono
Follow Us