Cerita Penjual CT di Samarinda, Ingin Perlindungan dari Perda Miras

Sepakat dengan perpres soal investasi miras tradisional

Samarinda, IDN Times - Lewat Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo membuka pintu investasi untuk industri minuman keras alias miras lokal.

Namun hanya dalam hitungan hari, beleid tersebut dicabut. Padahal penggiat bisnis ini sempat begitu bersemangat bila ada aturan yang menaungi.

“Iya dong, jadi kami gak perlu sembunyi-sembunyi lagi jualan,” terang WR, salah satu penjual miras khas Sulawesi Utara, Cap Tikus, kepada IDN Times pada Jumat (5/3/2021) sore. Kepada media ini, dia meminta namanya disamarkan.

1. Di Manado, CT digunakan sebagai obat agar tubuh lebih fit

Cerita Penjual CT di Samarinda, Ingin Perlindungan dari Perda MirasCap Tikus di Sulawesi Utara sudah mendapat izin edar dari pemerintah setempat (wikimedia.org/istimewa)

Tiga daerah penghasil miras lokal di Indonesia sebenarnya sepakat dengan kebijakan presiden tersebut. Misalnya di Bali terkenal dengan arak Bali, kemudian Nusa Tenggara Timur (NTT) ada moke atau Sopi dan di Sulawesi Utara, Cap Tikus.

Kata dia, di Manado, Cap Tikus bukan barang terlarang. Pemerintah juga sudah memberi izin peredaran dan kemasannya menarik. Cocok dibawa sebagai suvenir. Penduduk setempat menjadikan minuman ini sebagai obat. Ditenggak dengan takaran secukupnya, kala pagi dan malam. Beda cerita bila diminum dalam jumlah banyak. Mabuk sudah pasti jadi garansi.

“Jadi secukupnya saja,” kata dia.

Baca Juga: Autopsi Tertutup, Korban Penganiayaan Oknum Polresta Balikpapan

2. Pernah digerebek petugas karena jualan CT

Cerita Penjual CT di Samarinda, Ingin Perlindungan dari Perda MirasContoh Cap Tikus buatan tangan dingin WR di Samarinda (IDN Times/Yuda Almerio)

WR mengaku sangat senang saat presiden membuka diri dengan investasi industri miras lokal. Dengan adanya aturan tersebut tak ada lagi rasa waswas saat menjual CT di Samarinda. Maklum, di ibu kota Kaltim ini peredaran miras masih dibatasi ketat. Dia pun ingat benar sempat beberapa kali digerebek lantaran menjual Cap Tikus.

Syukurnya hanya masuk pidana ringan. Miras yang dijualnya bikinan sendiri. Hasil sulingan dari tuak. Minuman tradisional dari pohon aren.

“Saya waktu masih di kampung (Sulut) biasa bikin ini. Jadi sudah tahu langkah-langkahnya,” sebutnya.

3. Proses menyuling tuak jadi CT tak mudah

Cerita Penjual CT di Samarinda, Ingin Perlindungan dari Perda MirasJajaran Polsek Balikpapan memperlihatkan puluhan liter miras CT yang diamankan dari rumah Teni Jaya. (Sumber: Polsek Balikpapan Selatan)

Dia mengaku, proses membuatnya mudah. Caranya, panaskan tuak. Nah, uap yang dihasilkan kemudian disuling ke tempat lain. Hasilnya, jadilah CT. Warnanya jernih atau bening, tak lagi putih seperti tuak. Namun butuh waktu berjam-jam untuk hasilkan miras tradisional ini, sebab hasil dari uap itu hanya tetesan kecil. Bila ingin dapat banyak tentu harus sabar menunggu. Jadi wajar bila harga satu botol kecil ukuran 600 mililiter (ml) dihargai Rp60 ribu. Lebih dari itu harganya bisa ratusan ribu.

“Cap Tikus ini minuman tua, warisan nenek moyang,” pungkasnya.

Baca Juga: Siapkan Sekolah Tatap Muka, 333 Guru di Samarinda Bakal Divaksin

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya