Kesultanan Sambaliung dan Pudarnya Kejayaan Kerajaan Berau

Kesultanan Berau pecah menjadi dua kerajaan

Tanjung Redeb, IDN Times - Bagi warga Kabupaten Berau Kalimantan Timur (Kaltim) tentu tidak asing lagi dengan adanya Kesultanan Sambaliung. Ya, kesultanan ini merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan Berau yang dibagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. 

Perlu diketahui bahwa Sultan Sambaliung yang pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal dengan sebutan Raja Alam. Raja Alam adalah raja Pertama yang mendirikan ibu kota kerajaan di Tanjung Redeb pada tahun 1810. 

Untuk mengenal lebih jauh tentang sejarah dan penyebab runtuhnya Kesultanan Sambaliung, mari simak penjelasan berikut. Scrolling guys. 

1. Sejarah Kesultanan Sambaliung

Kesultanan Sambaliung merupakan salah satu hasil pemecahan dari Kesultanan Berau. Kerajaan ini dulunya pernah menguasai hampir separuhnya pulau Kalimantan, bahkan katanya hampir menguasai sampai ke batas Brunei Darussalam.

Penyebab terpecahnya dua kesultanan ini disebabkan oleh adanya poligami. Raja Aji Dilayas (Raja Berau) memiliki dua istri yang masing-masingnya memiliki putra mahkota. Berdasarkan aturan yang benar, pengganti dari Raja Aji Dilayas seharusnya adalah putra mahkota dari isteri pertama. Namun, jika putra mahkota pertama itu mangkat, barulah putra mahkota dari istri kedua yang naik tahta.

Namun, Pangeran Aji Dipati melanggar aturan tersebut dan justru mengangkat putra mahkota kedua untuk menjadi raja, setelah putra mahkota kedua mangkat barulah putra mahkota pertama yang naik tahta.

Masalah ini akhirnya membuat kerajaan terpecah menjadi dua kesultanan yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur. Letak dua kesultanan ini sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh Sungai Segah sebagai pembatas dua kesultanan tersebut.

Baca Juga: Mengenang Sejarah Kesultanan Gunung Tabur

2. Runtuhnya Kesultanan Sambaliung

Runtuhnya Kesultanan Sambaliung disebabkan adanya campur tangan penjajah kolonial Belanda terhadap kehidupan keraton. Sehingga menyebabkan kewenangan raja secara perlahan mulai disingkirkan dan kehilangan kewibawaannya. 

Sedangkan para kolonial sangat menghimpit kehidupan mereka sehingga membuat rakyat takut dan sulit menghadapi penindasan yang terjadi.

Raja Alam atau Alimuddin dari Kesultanan Sambaliung dan sekutunya mengerti dengan strategi licik Belanda. Oleh karena itu Raja Alam mengadakan persiapan dengan sekutunya untuk memperkokoh persatuan antar rakyatnya, hal ini dilakukan juga dengan kerja sama Suku Bugis dan orang Solok. 

Menurut cerita, ada yang mengatakan bahwa yang menyebabkan terjadinya perang Kesultanan Sambaliung dengan Belanda adalah karena mereka datang untuk melakukan hubungan dagang dengan membeli hasil bumi kerajaan. 

3. Strategi adu domba Belanda

Kesultanan Sambaliung dan Pudarnya Kejayaan Kerajaan BerauSejarahri.com

Mengingat Kesultanan Berau yang terpecah menjadi dua yakni Sambaliung dan Gunung Tabur, menyebabkan Belanda ingin memecahnya kembali. Saat hubungan dagang antara Belanda dan Sambaliung berjalan dengan lancar dan menguntungkan, Belanda memperoleh hasil bumi terbaik seperti dammar, rotan dan lain sebagainya dengan harga yang tinggi.

Namun sebaliknya, Belanda membeli barang-barang hasil bumi dari Kesultanan Gunung Tabur dengan harga murah. Hal ini menyebabkan Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur tidak akur dan terlibat pertikaian berdarah yang membawa keduanya saling membunuh.

Melihat keadaan tersebut, Belanda merasa puas dan berhasil melakukan konflik adu domba dan memecah belah kedua kerajaan tersebut. Strategi yang dikenal dengan istilah divide et impera.  

4. Belanda menaklukkan Kesultanan Sambaliung

Kesultanan Sambaliung dan Pudarnya Kejayaan Kerajaan Berauilustrasi penjajahan Belanda di Indonesia (nos.nl)

Tidak hanya itu saja, bahkan Belanda juga memanfaatkan situasi tersebut dengan merampok dan membajak kapal dagang di Laut Selat Makassar dan Tanjung Mangkaliat. Berbagai cara dilakukan Belanda untuk menghancurkan dua kerajaan tersebut.

Perlawanan Raja Alam dari Kesultanan Sambaliung tidak banyak berarti bagi Belanda. Penjajah ini berhasil menundukkan Raja Alam dan pasukannya dengan mudah. Raja Alam ditangkap bersama dengan putranya.

Kemudian, Sultan Hadi menjadi raja menggantikan ayahnya, sedangkan Raja Alam dan keluarga dijadikan sandera oleh Belanda.

Pemimpin tentara Belanda meminta agar orang Bugis dan lain-lainnya untuk menghentikan perlawanan terhadap Belanda dengan jaminan keselamatan Raja Alam dan keluarganya.

Baca Juga: Kesultanan Berau sebagai Simbol Sejarah Islam di Kaltim

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya