Kelompok Transportasi Jadi Penyumbang Deflasi Balikpapan

Balikpapan, IDN Times – Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) sama-sama mencatat deflasi pada Agustus 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Balikpapan mengalami deflasi sebesar 0,73 persen (mtm), sementara PPU lebih tinggi yakni 0,78 persen (mtm).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan, Robi Ariadi, menegaskan bahwa kondisi tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena kondisi di dua daerah masih terkendali. “Realisasi inflasi Balikpapan dan PPU tetap berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 2025, yaitu 2,5 persen ± 1 persen,” ujar Robi lewat keterangan tertulis.
Secara tahunan (yoy), inflasi Balikpapan tercatat 1,31 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional 2,31 persen dan gabungan 4 kota di Kaltim yang mencapai 1,79 persen. Sementara itu, inflasi PPU justru lebih tinggi di level 2,99 persen (yoy).
1. Transportasi jadi penyumbang deflasi Balikpapan

Deflasi Balikpapan pada Agustus 2025 banyak dipengaruhi kelompok transportasi yang memberikan andil 0,30 persen. Beberapa komoditas utama penyumbang deflasi adalah tarif angkutan udara, tomat, bahan bakar rumah tangga, cabai rawit, dan biaya pendidikan SMP.
Menurut Robi, penurunan tarif angkutan udara terjadi karena tambahan penerbangan (extra flight) serta rute baru pascalibur sekolah. “Permintaan yang sempat tertahan setelah libur panjang juga membuat tarif tidak kembali normal,” jelasnya.
Sementara itu, komoditas hortikultura seperti tomat dan cabai rawit turun harga akibat panen raya di sentra produksi. Harga bahan bakar rumah tangga ikut mereda karena distribusi lebih lancar. Adapun biaya pendidikan SMP menurun berkat adanya subsidi dan bantuan dari pemerintah kota.
Meski deflasi, sejumlah komoditas justru mencatat kenaikan harga. Inflasi Balikpapan terutama didorong kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan andil 0,02 persen. Komoditas yang naik harga antara lain bawang merah, ikan layang, angkutan laut, ketimun, dan kacang panjang.
“Bawang merah naik karena pasokan dari Sulawesi dan Jawa Timur terbatas akibat kemarau basah. Untuk ikan layang, kenaikan terjadi karena gelombang tinggi membuat nelayan lebih sedikit melaut,” papar Robi.
2. PPU deflasi dipicu panen raya hortikultura

Di PPU, deflasi terutama disumbang kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,81 persen. Komoditas yang paling menekan harga yakni tomat, cabai rawit, semangka, sawi hijau, dan kacang panjang.
“Masuknya panen raya di Sulawesi dan Jawa membuat pasokan tomat dan cabai rawit melimpah. Sementara semangka juga turun harga karena puncak musim panen Juli–Agustus,” jelas Robi.
Namun, sama seperti Balikpapan, ada pula komoditas yang mendorong inflasi di PPU. Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga menyumbang kenaikan 0,02 persen. Komoditas pemicu inflasi tertinggi antara lain ikan layang, beras, ikan tongkol, bawang merah, dan ketimun.
“Peningkatan harga beras dipicu stok terbatas dari Jawa dan Sulawesi, terutama beras premium. Ikan layang dan tongkol juga naik karena pasokan berkurang akibat cuaca laut,” tambahnya.
3. BI cermati risiko inflasi ke depan

Bank Indonesia menilai ada beberapa risiko yang bisa memengaruhi inflasi ke depan. Antara lain curah hujan yang masih berlanjut di sentra produksi serta gelombang laut tinggi yang bisa mengganggu pasokan hasil pertanian maupun perikanan.
Meski begitu, optimisme masyarakat tetap tinggi. Survei Konsumen BI Balikpapan pada Agustus 2025 menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di level 129,8, hanya sedikit menurun dibanding Juli yang sebesar 134,5. “Nilai ini masih menunjukkan konsumen tetap optimis terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun ekspektasi ke depan,” ungkap Robi.
Untuk menjaga inflasi tetap stabil, BI Balikpapan bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Balikpapan, PPU, dan Paser terus memperkuat langkah pengendalian. Upaya yang dilakukan antara lain pemantauan harga bahan pokok, sidak pasar, operasi pasar, gelar pangan murah, hingga mendorong kerja sama antar daerah (KAD).
“Kami juga mendorong gerakan pemanfaatan lahan pekarangan untuk hortikultura serta mendukung program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” kata Robi.
BI menargetkan inflasi di daerah tetap berada dalam rentang sasaran nasional tahun 2025, yakni 2,5 persen ± 1 persen, sesuai dengan roadmap pengendalian inflasi 2025–2027.