Mengkhawatirkan, Ada 916 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Kaltim

- Kasus kekerasan perempuan dan anak di Kaltim mencapai 916 kasus hingga Agustus 2025
- Kota Samarinda memiliki jumlah kasus tertinggi, menunjukkan kesadaran masyarakat dalam melapor semakin baik
- Kepala DP3A Provinsi Kaltim, Noryani Sorayalita, menekankan pentingnya penanganan dan pencegahan kekerasan yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat
Samarinda, IDN Times – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Kaltim, kasus kekerasan memang sempat menurun pada 2024 dari 1.108 kasus menjadi 1.002 kasus. Namun, hingga 31 Agustus 2025 jumlahnya sudah kembali tinggi dengan 916 kasus. Jika dirata-rata, jumlah tersebut setara dengan sekitar 114 kasus per bulan, atau 3–4 kejadian per hari.
Kepala DP3A Provinsi Kaltim, Noryani Sorayalita, menegaskan jumlah korban tercatat mencapai 936 orang. Artinya, setiap bulan ada sekitar 123 korban, atau 4–5 orang per hari yang mengalami kekerasan.
“Itu pun hanya yang terlaporkan, kemungkinan di lapangan jumlahnya lebih besar,” jelas Soraya usai kegiatan Rapat Kerja Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Hotel Puri Senyiur, Samarinda, Rabu (24/9/2025).
1. Kasus meningkat, warga semakin sadar melapor

Dari total kasus yang tercatat, Kota Samarinda menempati posisi tertinggi. Menurut Soraya, hal ini dipengaruhi oleh akses pelaporan yang lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan wilayah lain.
“Semakin mudah akses melapor, maka data akan lebih terlihat. Itu artinya, kesadaran masyarakat juga lebih baik,” ungkapnya.
2. Angka kasus bukan sekadar statistik

Soraya menekankan bahwa kasus kekerasan bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang bagaimana penanganan dan pencegahan dilakukan secara maksimal.
“Kasus kekerasan hingga Agustus sudah mencapai 916, padahal ini baru di triwulan kedua. Artinya, perhatian kita tidak hanya pada penanganan, tapi juga pada pencegahan,” ujarnya.
Ia menambahkan, berbagai bentuk kekerasan dan ancaman yang menimbulkan penderitaan fisik maupun mental semakin marak terjadi, sehingga berdampak pada kehidupan bermasyarakat. “Hal ini tentu sangat mengganggu kehidupan kita bersama. Karena itu, kita semua harus peduli terhadap kekerasan, baik yang menimpa perempuan maupun anak,” tegas Soraya.
3. Penanganan tak bisa hanya dibebankan pada pemerintah

Soraya juga menegaskan, penanganan kasus kekerasan tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah. Kepedulian masyarakat untuk melaporkan dan mencegah kekerasan di lingkungan sekitar sangat penting guna menekan angka kejadian di Kalimantan Timur.
“Kasus kekerasan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman,” pungkasnya.



















