Orangutan di Kalbar Dilepasliarkan setelah 20 Tahun Hidup di Kandang

Pontianak, IDN Times - Jojo, orangutan di Kalimantan Barat (Kalbar) akhirnya merasakan kebebasan setelah 20 tahun hidup di dalam kurungan. Untuk pertama kalinya, Jojo kembali ke hutan dan memanjat pohon.
Tepat menjelang Hari Orangutan Internasional, pada 19 Agustus, Jojo dilepasliarkan ke hutan, meski hanya di dalam enclosure semi-liar. Setelah lebih dari dua dekade hidup dalam kurungan, Jojo kembali memanjat pohon, momen sederhana yang menjadi kemerdekaan kecil baginya.
Enclosure seluas dua hektar itu dibangun Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) di pusat rehabilitasi orangutan, Desa Sungai Awan Kiri, Muara Pawan, Ketapang.
Direktur Utama YIARI, Karmele Llano Sánchez, menyebutkan, area ini khusus untuk orangutan yang tidak bisa lagi dilepasliarkan karena kondisi kesehatan atau cacat permanen.
1. Kisah kelam Jojo

Jojo kini berusia lebih dari 25 tahun. Hidupnya dulu penuh penderitaan. Saat ditemukan pada 2009, kakinya dirantai di halaman belakang rumah warga. Panjang rantai hanya 30 sentimeter, memaksanya duduk dan berdiri di titik yang sama, dikelilingi sampah, tanpa perlindungan dari panas maupun hujan. Luka parah akibat rantai bahkan membuat besi menembus kulitnya.
“Salah satu hari paling berat dalam hidup saya adalah ketika pertama kali melihat Jojo. Saat itu saya hanya bisa membersihkan lukanya dan memindahkan rantai ke kaki lain, karena belum ada pusat penyelamatan orangutan di Kalbar. Saya harus meninggalkannya, dan itu sangat menyakitkan,” terang Karmele, Selasa (19/8/2025).
Pengalaman getir itu menjadi titik balik. Dari Jojo, lahirlah gagasan mendirikan pusat rehabilitasi orangutan di Ketapang, yang kini menjadi salah satu pusat konservasi terpenting di Kalimantan Barat.
2. Jojo alami cacat permanen

Berdasarkan keterangan pemilik lama, kata Karmele, Jojo dipelihara sejak bayi. Itu berarti Jojo kehilangan masa penting bersama induknya untuk belajar bertahan hidup. Ketika akhirnya diselamatkan, kondisi kesehatannya rapuh rakitis akibat kekurangan gizi dan cahaya matahari, tulang bengkok, pneumonia kronis, hingga cacat permanen yang membuatnya tak bisa berjalan normal.
“Karena itulah Jojo tak mungkin kembali ke hutan. Enclosure semi-liar menjadi solusi terbaik ruang aman di mana ia tetap bisa hidup dengan perilaku mendekati alami,” tururnya.
Pembangunan enclosure dimulai pada 2022 dengan dukungan BKSDA Kalimantan Barat serta berbagai mitra internasional. Prosesnya panjang, mulai dari konstruksi hingga melatih orangutan agar terbiasa keluar-masuk area.
“Ini momen emosional bagi kami. Saat pertama kali masuk enclosure, Jojo sempat takut, hanya sebentar keluar lalu kembali ke kandang. Tapi perlahan ia percaya diri. Kini, meski tidak lincah, ia mulai memanjat pohon. Itu bukti ia akhirnya merasakan secercah kebebasan yang dulu direnggut,” jelasnya.
3. Enclosure bentuk kesejahteraan satwa

Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane menerangkan, enclosure ini bukti nyata komitmen menjaga kesejahteraan satwa.
“Tidak semua orangutan bisa dilepasliarkan. Tapi lewat upaya ini, kita bisa memastikan mereka tetap hidup layak dan mendukung konservasi di lapangan,” ujarnya.
Bagi Jojo, kebebasan mungkin tak lagi berarti rimba luas tanpa batas. Tapi bisa merasakan angin hutan, menyentuh batang pohon, dan bergelantungan meski dengan tubuh cacat itu adalah kemerdekaan kecil yang berharga.