Walhi Soroti Kaitan Kasus di Muara Kate dan Pembunuhan Abah Nateh

Balikpapan, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Selatan (Kalsel) menyoroti dugaan keterkaitan antara kasus penganiayaan brutal di Muara Kate, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim), dengan pembunuhan tragis Arbaini (65) atau yang dikenal sebagai Abah Nateh di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalsel.
"Penganiayaan berat di Muara Kate diduga memiliki hubungan erat dengan pembunuhan Abah Nateh," ujar Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalsel, Raden Rafiq, saat dihubungi IDN Times, Rabu (18/12/2024).
Bertepatan pada hari ini, Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim menggelar aksi di Pemprov Kaltim guna mempertanyakan proses penyidikan kasus Muara Kate di kepolisian.
1. Keterkaitan kasus di Muara Kate dan pembunuhan Abah Nateh

Raden menjelaskan, kedua insiden ini diduga bermuara pada konflik dengan perusahaan tambang batu bara PT MCM yang beroperasi di Kalsel. Kasus Abah Nateh terjadi pada 24 Juli 2024, sedangkan insiden di Muara Kate berlangsung pada 15 November 2024, hanya terpaut beberapa bulan.
Para korban dalam kedua kasus ini dikenal sebagai penentang aktif operasi pertambangan batu bara di wilayahnya. Abah Nateh, Russel (60), dan Anson (55) merupakan tokoh masyarakat yang lantang menyuarakan penolakan terhadap eksplorasi tambang batu bara.
Namun, mereka menjadi target kekerasan hingga berujung pada kematian Abah Nateh dan Russel. Sementara itu, Anson mengalami luka berat dan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
"Modusnya hampir sama, pelaku adalah orang tak dikenal yang tiba-tiba menyerang korban," papar Raden.
2. Kronologis pembunuhan Abah Nateh

Tragedi yang menimpa Abah Nateh bermula dari upayanya bersama Koalisi Masyarakat Sipil di Kalsel menolak eksplorasi tambang batu bara PT MCM di area seluas 5.908 hektare yang mencakup Kabupaten Tabalong dan Hulu Sungai Tengah. Perusahaan ini memegang Surat Keterangan Izin Peninjauan (SKIP) sejak 1993, yang kemudian meningkat menjadi izin eksplorasi pada 2017.
Penolakan masyarakat yang masif akhirnya mendorong pencabutan izin tambang PT MCM di kedua kabupaten tersebut. Namun, hal ini diduga memicu tindakan balas dendam.
"Pembunuhan Abah Nateh kami duga merupakan bentuk balas dendam atas kegagalan proyek tambang PT MCM," kata Raden. Korban berulang kali sudah menjadi korban pengancaman dilakukan OTK.
Puncak insiden terjadi ketika pelaku, Irwansyah (53), yang disebut sebagai orang asing di komunitas setempat, menusuk Abah Nateh sebanyak 11 kali dengan senjata tajam. Berdasarkan kesaksian, pelaku adalah orang tak dikenal yang sempat bekerja dengan korban untuk menjaga lokasi wisata. "Pelaku mengaku tersinggung karena ditegur korban terkait kebiasaan mabuk-mabukan," ungkap Raden.
Raden menilai motif pembunuhan tersebut tidak terlalu kuat dan dan mengada-ada.
3. Kasus penyerangan korban di Muara Kate

Sementara itu, kasus di Muara Kate bermula dari protes masyarakat terhadap aktivitas pengangkutan truk-truk batu bara milik PT MCM yang melintasi Jalan Provinsi Kaltim dan Dusun Muara Kate, Desa Muara Langon, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser.
Pada 15 November 2024, dua tokoh adat, Russel dan Anson, diserang secara brutal oleh orang tak dikenal di posko pusat penolakan tambang. Insiden ini menyebabkan Russel tewas, sementara Anson mengalami luka berat.
Lebih dari sebulan setelah insiden Muara Kate, proses penyidikan belum membuahkan hasil. Polda Kaltim dan Polres Paser masih memeriksa saksi-saksi tanpa menetapkan tersangka. Hal ini memicu desakan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, yang telah mengirim surat kepada Komnas HAM, Kompolnas, hingga LPSK untuk menyoroti penanganan kasus ini.
LBH Samarinda menilai, penyerangan di Muara Kate mengandung unsur pelanggaran HAM berat karena adanya indikasi perencanaan dalam aksi kekerasan tersebut.
4. Pengancaman terhadap penolak tambang

Raden menambahkan, ancaman terhadap aktivis lingkungan, tokoh masyarakat, hingga jurnalis yang menolak tambang batu bara di Kalsel bukanlah hal baru. Kasus seperti surat kaleng, ancaman pembunuhan, hingga kriminalisasi sering terjadi.
"Banyak profesi yang menjadi korban, mulai dari aktivis, pengacara, hingga jurnalis yang dipenjara dengan tuduhan mengada-ada karena memberitakan konflik tambang," ungkapnya.
Walhi mendesak agar kepolisian mengungkap keterkaitan antara aktivitas korban dan perjuangan mereka dalam melindungi lingkungan. "Modus operandi seperti ini hanya untuk mendiskreditkan korban," pungkas Raden.