Sempat Luka-luka dan Malnutrisi, Jubaedah dan Jubaedi Kembali ke Hutan

Tiga orang utan dilepasliarkan di Kehje Sewen

Balikpapan, IDN Times – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur (Kaltim) melepasliarkan tiga orang utan ke habitat aslinya, Selasa (12/11) pagi. Pelepasan ini adalah yang terakhir kalinya dalam tahun 2019.

Tiga orang utan yang kembali ke habitatnya itu bernama Jubaedah, Jubaedi serta Titon. Jubaedah dan Jubaedi adalah ibu dan anak. Jubaedah berusia 20 tahun, sedangkan Jubaedi masih berusia 2 tahun. Sementara Titon merupakan pejantan dewasa berusia 19 tahun.

1. Tiga orang utan dipastikan siap hidup di alam liar

Sempat Luka-luka dan Malnutrisi, Jubaedah dan Jubaedi Kembali ke HutanTiga orang utan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen diangkut menggunakan mobil. Sumber: Yayasan BOSF

Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar Trigunajasa mengatakan, Jubaedah dan Jubaedi diselamatkan pada awal 2019. Saat itu, mereka menderita luka-luka dan malnutrisi parah. Setelah menjalani perawatan selama beberapa bulan, mereka kini telah pulih.

Sementara Titon lahir di tempat rehabilitasi orang utan bernama Samboja Lestari. Seiring berjalannya waktu, setelah menjalani program rehabilitasi, Titon telah memiliki keterampilan alami dan bertambah mandiri.

“Mereka semua sudah siap untuk hidup liar di habitatnya,” katanya dalam siaran pers yang diterima IDN Times.

Baca Juga: 5 Fakta Orang Utan, Kera Besar yang Populasinya Mulai Langka!

2. Pelepasliaran orang utan terakhir pada 2019

Sempat Luka-luka dan Malnutrisi, Jubaedah dan Jubaedi Kembali ke HutanPerjalanan membawa orang utan yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen. Sumber: Yayasan BOSF

Jubaedah, Jubaedi dan Titon dilepaskanliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Hutan Kehje Sewen merupakan hutan konsesi restorasi ekosistem yang memiliki luas 86.450 hektare.

Untuk bisa mencapai hutan tersebut, mereka diangkut menggunakan kendaraan roda empat. Berangkat dari Samboja Lestari, butuh waktu 20 jam untuk bisa mencapai titik lokasi pelepasliaran.

Sunandar menerangkan, setelah Jubaedah, Jubaedi dan Titon dilepasliarkan, itu artinya, sudah ada 118 populasi orang utan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen

“Ini merupakan pelepasliaran terakhir di Kalimantan Timur yang kami rencanakan untuk tahun ini (2019),” terangnya.

3. Sepanjang 2019, 21 orang utan kembali ke habitatnya

Sempat Luka-luka dan Malnutrisi, Jubaedah dan Jubaedi Kembali ke HutanTiga orang utan dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen. Sumber: Yayasan BOSF

Dijelaskan Kepala BKSDA Kaltim, dalam pelepasliaran orang utan ini, BKSDA Kaltim tidak berkerja sendiri. Mereka dibantu Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) dan PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI).

“Sepanjang tahun 2019 ini, kerja sama kami bersama Yayasan BOSF dan PT RHOI telah menghasilkan enam kali kegiatan pelepasliaran, dan memulangkan 21 individu orang utan ke habitat alami mereka,” jelas Sunandar.

Dia berharap, semua masyarakat terlibat dalam upaya pelestarian orang utan. Karena untuk menjaga ekosistem satwa dilindungi itu tak bisa hanya mengandalkan segelintir pihak, namun perlu ada kerja sama yang baik di semua elemen masyarakat.

Cara melestarikan orang utan pun cukup mudah. Yaitu dengan tidak menangkap, membunuh, atau memelihara orang utan. Jika menemukan ada pihak yang memelihara orang utan di rumah, bisa dilaporkan kepada BKSDA atau Yayasan BOS. Nantinya laporan akan segera ditindaklanjuti.

“Untuk bisa merealisasikan upaya pelestarian orang utan dan perlindungan habitatnya secara menyeluruh, kami membutuhkan dukungan dan partisipasi semua pihak. Karena kita semua akan merasakan manfaatnya, yaitu udara segar, air bersih, iklim yang teratur, serta berbagai bahan obat-obatan,” tandasnya.

4. Hutan Kehje Sewen bakal tak bisa lagi tampung orang utan

Sempat Luka-luka dan Malnutrisi, Jubaedah dan Jubaedi Kembali ke HutanIbu dan anak orang utan, Jubaedah dan Jubaedi, saat masih berada di dalam kandang. Sumber: Yayasan BOSF

Sementara itu, CEO Yayasan BOSF, Jamartin Sihite mengatakan, Hutan Kehje Sewen memang kerap digunakan sebagai tempat pelepasliaran orang utan. Namun, kini hutan tersebut telah mendekati kapasitas maksimalnya dalam menampung orang utan, yaitu 150 ekor.

Oleh karena itu, perlu ada lahan baru lagi untuk menampung orang utan yang akan kembali ke habitatnya. Jamartin pun berharap ada pihak yang mau membantu untuk mencarikan tempat orang utan.

“Menurut perhitungan kami, ruang tersisa hanya cukup untuk 30 individu lagi. Kami sangat membutuhkan hutan baru yang dikelola sebagai situs pelepasliaran orangutan, dan kami butuh semua pihak membantu mendapatkan ini,” katanya.

Ditambahkan Jamartin, pelepasliaran Jubaedah, Jubaedi dan Titon ke habitat aslinya ini dalam rangka Hari Pahlawan.

“Kita juga bisa menjadi pahlawan dengan membantu orang utan mendapatkan kebebasan di hutan. Ini tentu tindakan yang sangat sesuai dengan Hari Pahlawan. Mari kita jadi pejuang lingkungan dengan membantu pelestarian orang utan dan habitatnya,” tutupnya.

Baca Juga: Sepuluh Tahun Mengajar di Tengah Hutan, Guru Ini Digaji Rp800 ribu

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya