Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Uji Coba MBG di Kaltim: Anggaran Membengkak, Menu Dikritik

Program Makan Bergizi  Gratis (MBG).  (IDN Times/Erik Alfian)
Program Makan Bergizi Gratis (MBG). (IDN Times/Erik Alfian)

Balikpapan, IDN Times - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) baru saja melakukan uji coba program Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa sekolah, termasuk di Kota Balikpapan. Dalam pelaksanaan uji coba ini, setiap porsi MBG membutuhkan anggaran sebesar Rp17 ribu.

Pada uji coba tersebut, siswa mendapatkan menu berupa nasi, tempe, ayam, sayur, pisang, susu kemasan 125 ml, dan air mineral 120 ml. Namun, anggaran ini hampir dua kali lipat dari yang ditetapkan pemerintah pusat, yaitu Rp10 ribu per siswa per hari.

Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik menjelaskan, kebutuhan anggaran di Kaltim tidak bisa disamakan dengan daerah lain seperti Pulau Jawa, mengingat harga bahan makanan di wilayah ini jauh lebih tinggi.

"Dari uji coba ini, kami ingin melihat apakah daerah bisa menambal kekurangan anggaran. Harga kebutuhan di Balikpapan memang relatif tinggi," ujar Akmal.

1. Perbedaan anggaran jadi tantangan

Makan gratis. (IDN Times/Erik Alfian)
Makan gratis. (IDN Times/Erik Alfian)

Dengan jumlah siswa mencapai 724 ribu, anggaran dari pusat sebesar Rp10 ribu per porsi hanya mencakup Rp7,24 miliar per hari. Namun, mengacu pada uji coba di Balikpapan, setiap porsi memerlukan Rp17 ribu, sehingga total kebutuhan mencapai Rp12,3 miliar per hari. Artinya, ada selisih sekitar Rp5 miliar yang kemungkinan harus ditanggung daerah.

Akmal menegaskan bahwa pemerintah daerah harus siap menutupi kekurangan ini demi memastikan kebutuhan gizi siswa terpenuhi.

"Yang utama adalah kecukupan gizi. Untuk itu, kami akan berkoordinasi dengan ahli gizi agar menu yang diberikan sesuai standar," tambahnya.

2. Kecukupan gizi dan higienitas makanan mesti diperhatikan

Ahli Gizi, Andi Fatmasari.(IDN Times/Erik Alfian)
Ahli Gizi, Andi Fatmasari.(IDN Times/Erik Alfian)

Ahli gizi Andi Fatmasari mengingatkan bahwa program MBG harus memperhatikan kecukupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan siswa, baik dari jenjang SD, SMP, hingga SMA.

"Untuk makan siang, diperlukan sekitar 500-700 kalori per porsi. Namun, kebutuhan ini bisa berbeda, terutama bagi siswa dengan kondisi khusus seperti obesitas atau alergi," jelas Andi.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya higienitas makanan dan variasi menu. Berdasarkan foto uji coba program ini, ia beranggapan menu diberikan kurang menarik bagi anak-anak karena terlalu banyak karbohidrat dan minim variasi buah serta sayur.

"Kalau menunya monoton, anak-anak bisa bosan dan malah tidak memakan MBG. Ini berpotensi membuat program tidak efektif," kritiknya.

3. Anggaran jumbo MBG rawan dikorupsi

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi korupsi (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, pengamat hukum Agung Sakti Pribadi memberikan catatan kritis terkait risiko pelaksanaan program ini. Menurutnya, potensi korupsi dapat muncul di sepanjang rantai distribusi, mulai dari aliran dana ke vendor hingga katering.

"Pergantian mata rantai ini rawan terjadi korupsi, seperti pengurangan kualitas atau kuantitas makanan yang diterima siswa," jelasnya.

Agung juga menyoroti tantangan teknis pelaksanaan makan siang di sekolah, yang dinilai akan menyita waktu guru dan tenaga pendukung lainnya.

Meski demikian, baik pemerintah daerah maupun pihak terkait terus berupaya agar program ini dapat berjalan optimal. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, program MBG diharapkan tidak hanya meningkatkan gizi siswa, tetapi juga mendukung perkembangan sektor UMKM lokal sebagai penyedia bahan makanan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Erik Alfian
Sri Gunawan Wibisono
Erik Alfian
EditorErik Alfian
Follow Us

Latest News Kalimantan Timur

See More

Tiga Jenazah WNA Korban Helikopter di Tanah Bumbu Dipulangkan

08 Sep 2025, 02:00 WIBNews