Bubur Peca, Tradisi Berbuka Puasa di Masjid Tertua Samarinda

Samarinda, IDN Times - Masjid Shiratal Mustaqiem, masjid tertua di Kota Samarinda, kembali menghidangkan bubur peca, kuliner khas Kampung Masjid yang hanya disajikan saat berbuka puasa selama bulan Ramadhan.
Bubur peca bukan sekadar hidangan biasa. Makanan khas ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari tradisi masyarakat setempat.
"Bubur peca adalah resep dari nenek moyang kami. Tradisi ini terus kami jaga agar tidak punah," ujar Mardiyana atau akrab disapa Alus, juru masak bubur peca diberitakan Antara di Masjid Shiratal Mustaqiem, Sabtu (2/3/2025).
1. Tradisi memasak bubur peca di Samarinda

Alus telah 22 tahun melestarikan tradisi memasak bubur peca. Menurutnya, tekstur bubur yang lembut merupakan hasil perpaduan nasi, santan, kaldu ayam kampung, dan berbagai rempah pilihan. Selain rasanya yang gurih, bubur ini juga dipercaya bermanfaat bagi kesehatan, terutama bagi penderita maag.
"Banyak jamaah yang bilang bubur ini bagus untuk lambung," katanya.
2. Proses memasak bubur peca

Proses memasak bubur peca membutuhkan kesabaran. Alus dan timnya mulai memasak sejak pukul 08.00 WITA. Bubur harus diaduk selama lima jam agar teksturnya benar-benar lembut dan bumbu meresap sempurna.
Resep bubur peca menggunakan racikan rempah-rempah khusus yang dirahasiakan, termasuk bawang merah, bawang putih, jahe, dan kayu manis. Perpaduan santan kental dan kaldu ayam kampung menjadi kunci utama cita rasanya.
Setiap hari, 25 kilogram beras diolah menjadi bubur peca. Sebanyak 10 kilogram disajikan untuk berbuka puasa di masjid, sementara 15 kilogram lainnya dibagikan kepada jamaah untuk dibawa pulang. Lauk pendamping pun bervariasi setiap hari, mulai dari ayam bistik, ayam suwir, hingga telur bumbu merah.
3. Berbuka puasa

Menjelang waktu berbuka, ratusan jamaah memadati masjid untuk menikmati bubur peca. Hidangan ini bukan hanya sekadar menu berbuka, tetapi juga simbol kebersamaan dan nilai-nilai Ramadhan.
"Setiap jamaah membawa wadah sendiri dari rumah untuk diisi bubur peca, lalu disantap bersama keluarga. Inilah yang membuat tradisi ini terus hidup," pungkas Alus.