Menteri Purbaya Kejar 200 Penunggak Pajak Terbesar, 4 Ada di Kalbar

Pontianak, IDN Times - Kepala Kanwil DJP Kalimantan Barat (Kalbar), Inge Dian Rismawanti membeberkan ada tiga hingga empat perusahaan yang masuk dalam 200 penunggak pajak terbesar di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Purbaya mengejar 200 penunggak pajak yang telah berstatus inkrah dengan nilai total mencapai sekitar Rp60 triliun.
Ternyata, dari jumlah 200 tersebut, beberapa di antaranya ada berasal dari Kalimantan Barat.
1. Tengah lakukan penagihan

Inge menyampaikan hal tersebut saat pemaparan SPT Tahunan PPh Tahun 2025. Dia mengatakan pihaknya turut melakukan langkah penegakan hukum di bidang penagihan pajak, termasuk terhadap para wajib pajak besar di daerah.
“Pak Menteri sudah menyampaikan, ada 200 penunggak pajak terbesar senilai Rp60 triliun dan beberapa ada di Kalbar. Saat ini sedang kami lakukan penagihan,” papar Inge, Senin (6/10/2025).
2. Mayoritas dari perusahaan perkebunan

Inge menyebutkan jumlah wajib pajak di Kalbar yang termasuk dalam 200 penunggak pajak terbesar nasional tidaklah banyak. Hanya sekitar tiga hingga empat perusahaan
Inge mengatakan sektor usaha yang masuk dalam daftar penunggak besar di Kalbar mayoritas berasal dari perkebunan.
“Kalau bicara nasional, jumlahnya sangat sedikit di Kalbar. Tapi kalau penunggak pajak secara umum, di sini banyak juga, mulai dari tunggakan Rp50 ribu sampai Rp100 ribu pun ada. Namun tentu tidak semuanya bisa kita kejar satu per satu,” tuturnya.
3. Pembagian pajak untuk penanaman modal asing

Sementara itu, Inge juga mengatakan, Penanaman Modal Asing (PMA) tak perlu melakukan wajib pajak, sebab sistem administrasi pajaknya sudah diatur melalui Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) yang menjamin bagian pajak tetap masuk ke daerah.
“Kalau dulu ada NPWP Cabang, sekarang ada NITKU. Jadi kalau mereka berusaha di Kalbar, bagiannya tetap diberikan untuk daerah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pembagian penerimaan pajak dari sektor tersebut terdiri dari 80 persen untuk pemerintah pusat, 7,5 persen untuk provinsi, 8,9 persen untuk kabupaten/kota penghasil, dan sisanya untuk pemerataan di tingkat provinsi.
“Sementara untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang ada di kami adalah untuk P5L. Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan Mineral atau Batubara, dan Lainnya,” tukasnya.